sastrabudayabahasaindo.dhewris.blogspot.com
Selasa, 06 Juni 2017
kritik sastra novel si jamin dan si johan dengan pendekatan objektif
Kritik Objektif pada Novel Si Jamin
dan Si Johan Karya Merari Siregar
SINOPSIS
Di tepi Jl. Mangga Besar yang
dulunya bernama Prinselaan di Taman Safari terdapat sebuah rumah yang sedikit
tua. Rumah itu tak terurus bagai tak berpenghuni. Di dalam nya tinggalah
seorang wanita bernama Inem dan kedua orang anak bernama Jamin dan adiknya bernama
Johan dan ayah kandungnya. Jamin dan Johan adalah sepasang kakak beradik, yang
ibunya sudah meninggal dunia. Sehingga mereka tinggal bersama ayah kandungnya,
dan ibu tirinya. Mereka dipekerjakan oleh ibu tirinya, Inem untuk
meminta-minta, dan memberikan hasil dari minta-minta itu untuk kesenangan ibu
tirinya, yang merupakan seorang pecandu.
Sore itu Inem ibu tiri Jamin dan Johan
menunggui kedatangan Jamin,bukan karena kuatir tetapi untuk meminta uang dari
Jamin meminta-minta. Karena sebagian uang meminta-mintanya ia belikan nasi
untuk ia dan adiknya Inem pun marah hingga menendang si Jamin. Sebenarnya Inem
menyiksa Jamin dan Johan merupakan hal yang biasa karena memang wanita itu
sangat jahat. Untung Jamin dan Johan adalah anak yang sabar dan penurut. Jamin
dan Johan selalu mengingat perkataan almarhum ibunya untuk selalu di jalan
Allah dan saling menjaga sampai kapan pun. Mereka tidak pernah dendam pada ibu
tirinya.. Bertes, ayah Jamin dan Johan juga suka mabuk hingga kedua anak itu
dipukulnya karena tak sadar. Bertes berasal dari Saparua, Ambon. Ia
meninggalkan kota kelahirannya untuk menjadi serdadu karena ia pikir, ia akan
mendapat gaji besar.
Waktu itu kedua orang tuanya tidak merestui tapi ia tidak
memperdulikan hingga ia menjadi serdadu di Aceh. Saat Bertes sakit karena
peperangan yang terjadi di Aceh, ia baru sadar bahwa ia banyak salah pada orang
tuanya maka dari itu, ia bercita-cita kembali ke kampung halaman dan mencari
pendamping hidup. Ternyata orang tuanya telah meninggal. Ia begitu menyesal dan
sangat merasa berdosa pada orang tuanya. Setelah itu ia bertemu dengan Mina dan
hidup dengan Mina di Prinselaan, Taman Sari. Awalnya rumah tangga mereka
baik-baik saja apalagi ketika ia mempunyai 2 orang anak yaitu Jamin dan Johan.
Mina adalah seorang istri yang baik,sabar dan bertanggung jawab, jauh berbeda
dengan Inem yang kejam.
Tetapi setelah 5 tahun pernikahannya, Bertes mulai
terpengaruh teman-temannya menjadi pemabuk dan suka bertindak keras. Mina mulai
sakit-sakitan hingga akhirnya ia meninggal dunia. Bertes ternyata juga sering
menyiksa Mina bila sedang mabuk. Setelah Mina meninggal, kemudian menikah
dengan Inem yang tidak berperangkai baik. Sungguh malang nasib Jamin dan Johan,
sudah piatu sengsara pula hidupnya.
Ketika Inem selesai mencandu
emosinya tidak dapat dikontrol lagi. Pagi-pagi ia mengusir Jamin untuk
meminta-minta uang sampai mendapat lima puluh sen baru ia dapat pulang dan
diancamnya bila tidak pulang akan membuang adiknya ke sungai padahal Jamin
tidak ingin berpisah dari Johan karena ia sangat sayang pada Johan dan
sebaliknya. Sungguh kejam memang ibu tirinya. Jamin pun segera pergi untuk
mencari uang tetapi sungguh sial hari itu karena sampai malam tak dapat
dikumpulkannya uang lima puluh sen. Dari Pasar Baru, Pasar Ikan sampai Pasar
Senin ia lalui namun tak tercukupi juga hingga malam yang sangat dingin karena
hujan. Kondisi itu membuatnya lemas karena tak satupun makanan yang masuk
kecuali sedikit roti dari temannya serta sedikit air ditambah baju yang kotor
dan compang-camping membuat ia tak kuat lagi untuk berjalan. Tak kuasa lagi ia
berjalan, sampai akhirnya ia tidur di seberang warung obat milik Kong Sui.
Pagi
harinya, Kong Sui yang melihat Jamin yang terkapar tak berdaya membawanya ke
rumahnya untuk dia beri makan. Sampai disana Jamin diberi makan, minum, uang
dan baju untuk gantinya kemudian ia menceritakan semua pada Kong Sui dan Fi.
Kong Sui dan Fi sangat kasihan pada Jamin setelah ia mendengar cerita dari
Jamin. Jamin pun sangat berterima kasih pada mereka atas bantuan mereka. Karena
merasa badannya sudah terasa baikan ia pun meminta izin untuk pulang.
Di rumah
Bertes pulang dari Café Pasar Senin dengan katakutan karena tadi ada
pertengkaran disana hingga seseorang berlumur darah. Karena waktu itu ia sedang
mabuk jadi ia lupa yang ia lakukan karena ia takut diangkap polisi ia sampai
berpura-pura dan menyuruh istrina bila polisi datang untuk berbohong. Disaat
itulah ia baru sadar bila hidupnya telah rusak. Ia lihat anaknya Johan kemudian
ia memeluknya untuk minta maaf tetapi Jamin tidak ada. Sekarang Bertes ingin
taubat dan ia telah tau keburukannya dan istrinya.
Beberapa saat kemudian dibawa Bertes
oleh pihak polisi untuk diperiksa. Setelah itu Jamin pulang karena ia telah
dapat uang yang diinginkan ibu tirinya. Tetapi saat didepan rumah ia mendengar
bahwa ayahnya ditangkap polisi. Uang itu pun segera diberikan pada ibu tirinya
dan memberikan makanan kepada adiknya dari rumah Kong Sui. Namun baju yang
diberikan Kong Sui dan Fi diminta ibunya saat meraba celananya terasa ada cincin
didalamnya untunglah Jamin dapat merayu ibu tirinya namun tak disangka.
akhirnya ketahuan juga. Baju itu akan dijual Inem agar Jamin dapat
meminta-minta lagi dan ia juga akan mendapat uang dari hasil menjual baju itu.
Cincin itu adalah cincin Nonya Fi karena Nyonya Fi lupa mengambil cincin itu
saat dipakaikan pada Jamin. Ia pun merasa bersalah dan berjanji akan
mengembalikannya pada Kong Sui da Fi.
Suatu hari Jamin jalan-jalan di jalan
Mangga Besar. Ia ingin sekali mengembalikan cincin itu. Tiba-tiba terdengar ada
yang memanggilnya, yaitu Johan. Ternyata, Johan telah mendapatkan kembali cicin
itu. Akan tetapi, ketika mereka akan sampai di rumah Kong Sui, Jamin tertabrak
trem yang ada dibelakangnya karena ia berusaha menyelamatkan adiknya dan
dirinya sendiri, tetapi takdir berkata lain, dirinya malah tidak selamat. Jamin
dibawa orang-orang disekitar menuju rumah sakit Glodok. Johan tak mengerti apa
yang terjadi kerena saat kakaknya tertabrak ia terpelanting ke samping jalan
kemudian ia mengembalikan cincin itu dan menceritakan semua pada Kong Sui dan
Fi.
Mereka sangat sedih dan akhirnya Fi dan Johan pergi bersama ke rumah sakit.
Jamin tak berdaya lagi seisi ruangan menangis karena iba melihat Jamin.
Sekarang Johan bisa mengerti benar bagaimana arti persaudaraan yang
sesungguhnya. Akhirnya, Jamin meninggal dunia dengan tenang. Ia dikuburkan di
Mangga Dua. Johanpun sekarang tinggal bersama Kong Sui dan Fi yang
menyayanginya dan dia pun sekarang bersekolah, layakanya anak-anak yang lain.
Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Objektif
Merari Siregar lahir di Sipirok,
Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli 1896. Masa kecil dilalui penulis berdarah
Batak ini di kampung halamannya. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi
orang terpelajar, Sastrawan Merari Siregar melihat keadaan sebagian masyarakat
yang mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai dengan tuntutan zaman. Karya
Merari Siregar “Si Jamin dan Si Johan” ini merupakan saduran atau terjemahan
dari novel lain. Novel ini menceritakan tentang sebuah keluarga. Novel ini
sendiri memiliki unsur instrinsik yang membangun cerita dalam novel itu
sendiri.
Novel karya Merari Siregar ini
menceritakan tentang dua bersaudara yaitu Si Jamin dan Si Johan dalam menjalani
hidup yang kehidupannya begitu nista nestapa karena di asuh oleh ibu tirinya
setelah sepeninggal ibu kandungnya. Tema novel ini yaitu kasih sayang dua
bersaudara. Kisah yang amat sedih tentang anak kecil berusia 9 tahun menjadi
budak kecil yang mengemis lantaran perintah ibu tirinya yang jahat, tema novel
ini terlihat dalam kutipan ““jamin, bawa
kemari uang yang ada dikantongmu semuanya! Ayo lekas!...” sesekali ia tidak
mendapatkan uang maka tendang sepak terjang di dapatkannya”.
Selain tema novel ini juga memiliki alur yang
digambarkan oleh pengarang. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur
maju (progresif), hal ini terlihat dari cerita yang berurutan dari mulai
ayahnya yaitu Bertes yang menikahi ibu tirinya si Inem, perempuan jahat
sekaligus pemadat setelah sepeninggal Mina ibu kandungnya yang bertanggung
jawab. Sampai akhirnya Jamin meninggal akibat tertabrak trem ketika dia hendak
mengembalikan cincin milik Kong Sui yang meletekkan cincin dalam baju yang
diberikan untuk Jamin. Dan Jamin mengatakan sesuatu pada saat penghembusan
nafas terakhirnya. Dia berkata bahwa Johan jangan pulang kerumah, karena Jamin
tidak ingin adiknya di siksa oleh perempuan jahat yang tak lain ibu tirinya.
Dan akhirnya Nyonya Fi menjalankan amanat terakhirnya, dan akhirnya Johan
diasuh oleh Kong Sui dan Fi.
Selain tema, dan alur pengarang tak
lupa pula memberikan penokohan atau perwatakan pada masing-masing tokoh yang
ada dalam novel Si Jamin dan Si Johan
ini. Tokoh dan penokohan yang digambarkan pengarang dalam novel Si Jamin
dan Si Johan ini dapat digambarkan melalui kutipan-kutipan yang terdapat dalam
novel tersebut. Jamin baik hati, penurut, penyabar, rajin, dan jujur seperti
yang terdapat dalam kutipan “tetapi apa boleh buat, hatinya tak hendak
mengejar pekerjaan serupa itu. Biar ia terpaksa tinggal diluar semalam-malaman
sekalipun, berhujan dan berangin sampai menggigil dan meskipun hebat ancaman
ibu tirinya, si jamin tidak mau meminta sedekah dengan jalan berbohong dan
curang”.
Sedangkan Penokohan Johan
digambarkan oleh pengarang yaitu polos,
fikirannya belum terbuka. Watak Si Johan terlihat dalam kutipan “si johan karena masih kecil belum dapat
memikirkan nasibnya jauh-jauh. Jika perutnya sudah kenyang dan badannya tak
kedinginan, senanglah hatinya dan ia pun tidur nyenyak”. Di samping itu, tokoh
seorang Bertes digambarkan keras kepala, berani, mudah terbawa pergaulan. Watak
ini terlihat dalam kutipan “selama bertes
bekerja dikutaraja ia amat suka berkawan dengan beberapa orang yang kurang baik
tabiatnya dan suka mabuk. Oleh karena pergaulan itu, perlahan-perlahan bertes
terbawa kedalam jurang yang dalam” yang digambarkan oleh pengarang.
Penokohan Inem yang digambarkan
pengarang sebgai tokoh yang jahat,
berani, seorang wanita yang pecandu obat terlarang. Seperti dalam kutipan “dengan tergopoh-gopoh disangkutkannya kain
selendangnya yang basah kuyup itu, lalu berbaring di tempat tidur. Demikianlan
caranya menghisap candu”. Ikut mendukung jalannya cerita dalam novel ini. Kebalikan
dengan Inem tokoh Mina digambarkan baik hati,ramah,bertanggung jawab. Sifat
Mina ini terlihat dalam kutipan berikut “mina
pun tidak melupakan kewajiban, mengurus rumah tangga, memelihara anak-anak dan
menghibur suaminya”.
Di samping itu terdapat tokoh Fi yang Baik hati. Sifat Fi ini terlihat dalam kutipan
berikut “tanggalkan pakaianya yang basah
itu. Saya hendak pergi mengambil pakaian yang kering. Baju anak kita, masih ada
saya simpan. Barangkali baik sebagai pengganti kain baju anak yang sudah
compang camping itu”.
Ada pula tokoh Kong Sui
yang baik hati namun mudah dihasut. Seperti dalam kutipan “ia bimbang mendengarkan
cerita yang baru di dengarnya itu. Sekalian perkataan orang itu di benarkannya,
tetapi cerita si Jamin yang tadi pagi tentu tidak bohong, demikian pikirannya
dalam hati”. Tak lupa pula tokoh pendukung dalan novel ini yaitu Minah seorang
pembantu. Keberadaan tokoh ini terlihat dari kutipan “babu minah yang kebetulan datang pada waktu itu, disuruhnya
menghidupkan api”.
Selain tema, tokoh, penokohan tentu ada latar
yang mendukung jalannya cerita dalam novel
atau pun karya lain yang
berbentuk prosa. Latar tempat yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si
Johan ini yaitu latar yang pertama yaitu rumah yang terlihat dalam kutipan
“di Taman sari, ada sebuah rumah setengah
tua, berdinding papan, beratap genting. Bila diperhatikan dinding rumah itu,
catnya tidak tentu wananya lagi dan halamannya yang sangat kotor, keadaan didalam
rumah itu sangat sederhana”. Latar yang kedua ialah Pasar Senen
seperti pada kutipan ”pada sisi jalan
trem di Pasar Senen ada sebuah rumah. Di depannya tergantung sebilah papan yang bertulisan ‘rumah obat’ “.
Tak hanya itu ada pula latar rumah Sakit
yang terlihat dalam kutipan ”nyonya fi
tak tahu bau obat apa yang berbau itu, tetapi kepada pegawai-pegawai rumah
sakit bau itu adalah suatu tanda, bahwa si sakit dalam penderitaan hebat”,
dan kota Jakarta yang terlihat dalam kutipan ”kota jakarta masih sepi. Lentera-lentera di tepi jalan besar masih
menyala, sekadar menggantikn sinar matahari, yang belum bangun dari
peraduannya.”
Latar yang juga mendukung jalannya
cerita yaitu Kutaraja seperti dalam
kutipan ”setelah tiga tahun ia ia dalam
dinas belajar Gombong, ia dipindahkan ke Kutaraja. Pada waktu itu tanah aceh
belum tunduk semua pada kompeni”. Serta Pasar Baru
yang di letakkan pengarang dalam kutipan “sampai
di Pasar baru ia belum berjumpa orang seorang pun jua, tempat ia meminta
sedekah”. Serta Jalan Mangga Besar yang menjadi latar terakhir yang penulis
tuliskan. Latar ini dapat dilihat dari kutipan “dapatlah ia hidup sederhana dengan istrinya dan kedua anaknyan Jamin
dan Johan, di jalan mangga besar itu”.
Jika ada
latar tempat, tentu akan ada pula latar waktu serta latar suasana. Latar waktu
yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si Johan yaitu, jam 12 malam seperti dalam kutipan “pukul 12 tengah malam”. Tahun 1986 yang terdapat dalam kutipan “29 hari bulan Mei tahun 1986”. Siang hari yang terlihat dalam kutipan “Hari
sudah siang. Dengan langkah panjang-panjang ia berjalan”. Saat senja
mulai tiba yang terdapat dalam kutipan “matahari makin lama makin jauh bersembunyi ke sebelah
barat. (bertanda senja)”.
Kemudian latar suasana yang terdapat dalam novel
ini yaitu terlihat dalam kutipan-kutipan “meskipun
Jamin seorang budak kecil, tetapi ia telah mengenal Tuhan berkat ajaran ibunya
dahulu selagi hidup”. Yang
memperlihatkan perasaan tegar si Jamin. Suasana menegangkan karena kekejaman
ibu tiri Jamin yang terlihat dalam kutipan “setiap hari disuruh mengemis dan harus
memperoleh uang yang maksimal menurut perempuan itu, dan sesekali ia tidak
mendapat uang banyak maka ia akan dipukul dan ditendang sampai ia jatuh
terguling-guling dilantai. Dan setelah demikian anak itu dibiarkan menangis
disudut kamar.”
Suasaa sedih juga terlihat dalam
kutipan “amat sakit dan sedih hati si Jamin mendengar
perkataan adiknya yang mengaku telah dipukul oleh ibu tirinya saat ia minta
makan. Tidak dapat ia menahan air mata. Jauh lebih sakit dari kena pukulan
perempuan itu. Suasana mengharukan juga diciptakan dalam novel ini seperti
dalam kutipan “adikku johan... jangan
adikku susah ... kita bercerai ... nanti di belakang hari ... kita bertemu
lagi. Selamat ... selamatlah adikku, yang tercinta. Sehabis bicara itu si jamin
menarik tangan adiknya. Berlinang-linanglah air mata dokter serta pegawainya
yang melihat kejadian itu. Nyonya fi tak hent-hentinya lagi menyapu air mata
dengan sapu tangan.”...”sampaikan salamku kepada ayah,. Kata si jamin, dan ia
mencium si johan sekali lagi. Kemudian ia melihat keatas seraya berkata, Allah
Yang Mahakuasa! Hamba serahkan badan dan jiwa hamba kepadaMu. Peliharakanlah
hambaMu dengan rahmatMu....”
Selain ketiga unsur instrinsik
di atas tentu cerita dalam novel akan tercipta dengan adanya sudut pandang.
Sudut
pandang yang terlihat dalam novel ini adalah pengarang sebagai orang ketiga
atau orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari jalan cerita dalam novel,
pengarang menceritakan para pelaku dengan
menyebut para pelaku dengan menggunakan kata ganti orang ketiga atau nama tokoh.
Serta Pengarang tidak menjadi pelaku
dalam cerita itu. Jadi pengarang berada di luar cerita atau sebagai pengamat
yang meceritakan semua yang dilakukan para tokoh sampai apa yang ada dalam hati
maupun yang dipikirkan para tokoh tersebut.
Terdapat
pula gaya bahasa dalam novel ini. Pengarang
menggunakan bahasa yang tidak baku agar masyarakat umum, khususnya para remaja
mudah mengerti dari isi novel ini. Serta
mudah untuk memahami jalan cerita yang ada di dalam novel ini. Namun
dalam novel ini terdapat pula bahasa daerah yaitu bahasa betawi dari jakarta
yang juga mendukung latar atau setting dalam cerita. Hal ini terlihat dari
kutipan “minta bakonya, mat.... lu engga malu, jaka? Minta-minta aje”.
Pada cerita dalam
novel Si Jamin dan Si Johan ini terdapat amanat yaitu persaudaraan harus saling
dan perlu dijaga. Hal inilah yang patut kita tiru. Dalam kehidupan sehari hari
tentu kita juga melewati berbagai masalah, dalam hal inilah kita juga tetap
harus mengandalkan Tuhan dan dalam segala hal. Kita harus tetap menjalani hidup
sesuai denga yang telah ditentukan oleh Tuhan dan mensyukurinya. Salah satu
amanat yang hdapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari adalah kita
harus tetap mengingat Tuhan Yang Mahakuasa dalam keadaan apapun, termasuk dalam
keadaan susah hati sekalipun seperti yang terdapat dalam kutipan “setiap malam jika ia hendak tidur mendoalah
ia dahulu, mudah-mudahan Allah melidungi dia dua beradik” dalam novel ini.
Setiap orang
pasti akan berubah dan menyesali kesalahannya, tetapi alangkah baiknya jika
kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak menyesal dikemudian hari. Seperti yang
dilakukan oleh Bertes, yang terlihat alam kutipan
“Si Bertes ayah Si Jamin dan Si Johan yang pemabuk itu, ia merasa menyesal ketika ia tahu bahwa dirinya
telah jauh terlampau kedalam lembah nista. Dan Ia menyadari bahwa kesalahannya
itulah yang menyebabkan istrinya meninggal dan menyebabkan kedua anaknya itu
menjadi menderita. Maka ia memutuskan untuk bertaubat”.
esai persuasif penghijauan, pentingnya tumbuhan
Tumbuhan bagi Kehidupan Manusia
Semakin hari usia bumi semakin bertambah tua. Seiring
bertambahnya usia bumi ini maka semakin tinggi pula perkembangan yang terjadi.
Baik itu perkembangan ekonomi, perkembangan pendidikan dan perkembangan
teknologi ke arah yang semakin canggih. Namun, perkembangan-perkembangan ini juga
memicu perubahan pada bentuk muka bumi, dan
pada lingkungan hidup tempat manusia tinggal. Perubahan ini juga
menjadikan kebutuhan manusia semakin banyak, hal ini didukung pula oleh sifat
dasar manusia yang tidak pernah puas akan apa yang telah dimilikinya.
Perubahan ini membawa dampak tersendiri bagi lingkungan
tempat tinggal manusia tersebut.salah satunya adalah perubahan dalam ekosistem
. Perubahan dalam ekosistem ini
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya komponen pendukung dalam ekosistem tersebut.
Sebagai contoh ekosistem hutan. Hutan
terkenal dengan bagian alam atau salah satu lingkungan yang banyak ditumbuhi
oleh pepohonan yang subur dan hijau. Pohon adalah bagian terpenting dalam
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan pohon merupakan salah satu penghasil atau
pengikat oksigen atau O2 terbesar dalam kehidupan manusia di dunia
ini. Tetapi yang sekarang terjadi adalah dunia ini semakin kekurangan pohon. Banyak
pohon yang ditebangi untuk keperluan manusia. Ya, keperluan manusia yang
semakin banyak dalam kehidupan di masa kecanggihan teknologi ini.
Pohon yang sangat dibutuhkan untuk terus menjaga bumi dan
sebagai salah satu penyelamat bumi atau lingkungan dari hal-hal atau bahaya
yang dapat terjadi. Pohon sebagai penahan tanah, penyerap air dan pengikat
oksigen yang selalu dibutuhkan lingkungan setiap detik. Pohon yang menjadi
tonggak keasrian lingkungan sudah hampir habis ditebang untuk kebutuhan hidup
manusia yang tidak pernah puas. Pepohonan yang mendamaikan mata saat memandang
hijaunya alam kini telah berkurang. Digantikan oleh lingkungan yang dipenuhi
oleh gedung pencakar langit.
Namun, kekurangan pohon ini juga memicu dampak selain
masalah keasrian lingkungan tersebut. Semakin banyak pohon yang berkurang,
semakin banyak pula polusi dan akibat
lain yang lebih parah bisa terjadi akibat tindakan manusia yang sering merusak
alam. Kerusakan alam ini tentu akan berpengaruh pula pada kehidupan manusia.
Tak hanya itu keseimbangan ekosistem juga akan terganggu. Untuk masalah ini
tentu dibutuhkan suatu aksi atau tindakan positif yang dapat mengembalikan
pepohonan hijau yang sangat dibutuhkan oleh lingkungan dan manusia.
Salah satu aksi atau tindakan positif yang kita sebut juga
sebagai cara menanggulangi masalah kekurangan pohon ini yaitu dengan melakukan reboisasi
dan penghijauan. Reboisasi dan
penghijauan sebagai salah satu langkah
yang cukup tepat untuk mengembalikan
bumi menjadi hijau kembali. Banyak orang
yang mengira reboisasi dan penghijauan adalah hal yang sama. Tetapi, sebenarnya
berbeda. Walaupun perbedaannya cukup tipis, namun hal itulah yang menjadi
perbedaan yang mendasar di antara kedua tindakan tersebut.
Reboisasi adalah kegiatan penghijauan kembali yang dilakukan
untuk mengembalikan alam yang hijau. Kegiatan penting ini bertujuan untuk
memperbaiki ekosistem yang ada di bumi. Contoh kegiatan reboisasi ini yaitu
penanaman pohon yang dilakukan di suatu lokasi hutan yang sudah kehilangan
banyak pohon. Penanaman ini dilakukan agar keadaan atau kondisi di hutan menjadi
kembali normal.Selain itu, pohon-pohon yang ada di hutan tersebut dapat hidup
normal kembali. Serta pohon juga dapat menjalankan fungsinya kembali sebagai
pelindung manusia untuk meyediakan air, dan udara yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, serta mencegah terjadinya banjir diderah tersebut.
Selain reboisasi juga ada penghijauan. Penghijauan dalam
artian luas adalah segala bentuk daya atau usaha untuk memulihkan, memelihara
dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi dengan baik
dan maksimal dan optimal. Baik sebagai pengatur tata air maupun sebagai penata
lingkungan.
Penghijaun memang
mirip dengan reboisasi namun ada perbedan yang mendasar dari hal tersebut. Perbedaan
ini terletak pada sistem yang bekerja kegiatan reboisasi dan penghijauan ini.
Jika reboisasi merupakan kegiatan penghijauan kembali yang bertujuan untuk
mengembalikan alam yang hijau. Berbeda dengan penghijauan yang merupakan suatu
usaha untuk menanam pohon dan tumbuhan di tempat yang dianggap dapat menjadi
tempat untuk tumbuh dan berkembangnya tumbuhan tersebut.
Gerakan penghijauan ini sendiri dapat dilakukan dari diri
sendiri dan di tempat yang paling dekat dengan kehdupan kita. Tempat yang
paling dekat dengan kita dan tak akan bisa lepas dari diri kita sendiri yaitu
rumah. Kita dapat menanami tumbuhan atau pohon buah di sekitar lingkungan rumah
kita. Misalnya saja, pohon buah mangga dan bunga. Selain untuk melakukan
penghijauan, kita juga mendapatkan udara yang segar setia hari karena adanya
tumbuh-tumbuhan tersebut. Tak hanya itu pekarangan rumah tentu akan semakin
asri dan sedap untuk dipandang. Bahkan buah dari pohon yang ditanam tadi dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu asupan gizi.
Melalui hal ini kita dapat melihat bahwa penghijauan dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana dan dimulai dari diri sendiri. Untuk
menuju kehidupan dan memiliki lingkungan hidup yang lebih baik. Melakukan hal
ini tentu dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi orang yang melakukannya.
Penghijauan yang merupakan salah satu kegiatan terpenting yang
seharusnya kita laksanakan. Gerakan penghijauan ini sendiri sudah menjadai
salah satu program pemerintah atau program nasional yang harus dilaksanakan di
seluruh wilayah negeri ini. Di daerah perkotaan fokus penghijauan merupakan
pengisian ruang terbuka di derah kota tersebut. Tujuan dilakukannya penghijauan
di daerah kota adalah untuk mengisi kebutuhan akan oksigen di tengah-tengah
gedung-gedung pencakar langit yang ada di kota tersebut. Oksigen sebagai udara
segar sangat dibutuhkan oleh manusia. Terutama bagi mereka yang tinggal di
daerah perkotaan yang lebih banyak hiruk pikuk teknologi dibandingkan dengan
daerah pedesaan.
Pada proses foto sintesis tumbuhan akan menghasilkan oksigen
atau 02. Proses ini berlangsung dengan bantuan cahaya matahari. Pada
proses fotosintesis tumuhan akan mengambil karbondioksida atau CO2
yang terdapat di lingkungan lalu di proses di dalam tubuh tumbuhan tersebut.
proses ini akan menghasilkan C6H12O6 atau
glukosa sebagai cadangan makanan dan energi bagi tumbuhan tersebut dan O2
atau oksigen sebagai udara yang di lepaskan untuk kebutuhan manusia. Hal ini
lah yang membuat tumbuhan sangat penting bagi kehidupan manusia.
Selain itu berbagai proses metabolisme tumbuhan hijau dapat
memberikan fungsi-fungsi bagi kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan
kualitas lingkungan di sekitar tumbuhan tersebut. Sehingga kegiatan penghijauan
ini sangat tepat dilakukan di daerah perkotaan yang sekarang mulai banyak
kendaraan yang menghasilkan polusi berlalu lalang. Tumbuhan juga penting untuk
menjadi paru-paru kota agar menunjang kehidupan manusi di perkotaan.
Peran penghijauan sebagai paru-paru kota, sebagai pengatur
lingkungan dalam konteks mikro atau kecil, proses vegetasi yang dilakukan akan
menimbulkan hawa lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman dan segar. Sebagai pencipta
lingkungan hidup atau ekologis. Sebagai penyeimbangan alam atau adaphis yang
merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di
sekitarnya.
Selain itu
penghijauan juga memiliki peran sebagai perlindungan atau protektif, terhadap kondisi fisik alami
sekitarnya seperti angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu. Sebagai
perlindungan, dalam peran ini tumbuhan merupakan alat untuk menyerap air dan
menahannya. Agar sistem air yang berada di dalam tanah tetap seimbang. Sehingga
dapat mencegah banjir dan longsor. Sebagai pencipta keindahan atau estetik. Sebagai
penunjang kesehatan. Sebagai tempat rekreasi dan pendidikan atau edukatif.
Peran penghijauan dan reboisasi ini dapat membuat atau
bahkan menciptakan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam untuk tempat tinggal
flora dan fauna yang ada di lingkungan hidup tersebut. Selain itu ada baiknya
sebelum melakukan reboisasi atau penghijauan, terebih dahulu mengecek kondisi
tumbuhan dan lahan atau lingkungan yang akan ditanami.
Pengecekan ini bertujuan agar lingkungan yang dihasilkan
menjadi lingkungan yang lebih baik atau bahkan lebih sehat dibandingkan dengan
lingkungan sebelumnya. Bibit pohon atau tumbuhan yang akan ditanam sebaiknya
dipilih dengan baik dan merupakan bbibit yang unggul atau berkualitas baik
bahkan sangat baik. Hal ini bertujuan agar pohon-pohon dan regenasi lingkungan
yang dihasilkan kedepannya tetap baik. karena hal ini juga berpengaruh pada
keidupan generasi manusi pada masa yang akan datang.
Tumbuhan memang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Seperti untuk memenuhi kebutuhan tersier. Misalnya seperti untuk
membuat kursi atau benda lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Namun, tak ada salahnya melakukan tebang pilih atau tebang tanam untuk
tetap menjaga ekosistem dan lingkungan yang ada di sekitar kita. Walaupun
ekosistem itu sendiri digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Para generasi muda haruslah tetap menjaga keberlangsungan
ekosistem dan menjaga lingkungan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan
melakukan penghijauan yang dimulai dari cara sederhana yaitu memulainya dari
diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Atau melakukan reboisasi untuk
kepentingan umum, dan menciptakan lingkungan yang asri, nyaman, segar dan
sehat.
contoh kritik sastra puisi hatiku selembar daun karya sapardi djoko damono dengan pendekatan pragmatik
Hatiku
Selembar Daun
Sapardi Djoko
Damono
Hatiku selembar
daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak berbaring di sini
Ada yang masih
ingin ku pandang
Yang selama ini
senantiasa luput
Sesaat adalah
abadi
Sebelum kau
sapu taman setiap pagi
Sapardi Djoko Damono ada seorang sastrawan nasional, yang cukup
terkenal. Karya-karyanya telah banyak dipulikasikan aaupun diterbitkan. Salah
satunya adalah puisi Hatiku Selembar Daun. Para pembaca puisi pun ikut
menginterpretasikan puisi ini menurut pemahamannya masing-masing.
Makna puisi ini menurut para pembaca ataupun penikmat puisi
berbeda-beda. Salah satu pembaca atau penikmat puisi memaknai puisi Hatiku
Selembar Daun karya Sapardi Djoko Damono ini tentang seseorang yang sedang
mencari jati dirinya yang telah hilang. Ada pula yang menyebutkan sang penyair memaknai seorang yang telah
menemukan akhir hidupnya. Karena penyair terbaring mengenang segala masa
lalunya yang ia sesali sebelum nyawanya terenggut. Pembaca lainnya pun
memberikan makna puisi ini tentang seseorang yang merindukan kematian, puisi
ini menggambarkan bahwa merindukan kematian begitu indah.
Adapun pembaca lain juga memaknai puisi ini dengan kalimat berbeda
namun hampir serupa intinya yaitu pengarang menggambarkan bahwa ia hanyalah
selembar daun yang dengan mudahnya lepas dari rantingnya walaupun hanya terkena
angin. Dan akhirnya sadar bahwa ia tidak ada apa-apanya di dunia ini. Dia
berharap agar diberi waktu untuk memikirkan apa yang dulu sering dia
tinggalkan, walaupun sebentar cukup untuk memikirkan semuanya. Meskipun dia
tidak menggambarkan penyesalan sebelum yang maha kuasa yang digambarkan dengan
pembersih taman yang melakukan aktifitasnya membersihkan daun-daun yang
berserakan.
Pembaca lain juga menyebutkan makna puisi ini tentang sesulit-sulitnya
sesuatu itu, pasti ada sesuatu yang mudah kita lakukan. Selain itu ada pula
yang menyebutkan puisi ini tentang menunjukkan seseorang yang rapuh dan lemah
dan berharap belas kasihan dari orang lain. Seorang pembaca lain juga mengatakan
pusi ini tentang seseorang yang menanti kematiannya. Ia menanti kematiannya
dengan berbuat banyak hal yang belum sempat ia lakukan sebelumnya.
Seorang pembaca puisi ini pun mengatakan bahwa puisi ini bercerita
atau bermakna tentang mengingatkan kepada kita akan kecilnya kita di mata
Tuhan, dan untuk itu gunakanlah waktu sebaik mungkin di dunia ini, bersyukur
atas rahmat dari Tuhan dan selalu beribadah dan berbuat baik.
Makna puis ini yaitu tentang sesorang yang mencoba meratapi nasib
dan sikapnya selama ia hidup. Karena ia telah di ujung tanduk atau di
detik-detik akhir hidupnya. Ia menyadari bahwa kehidupannya akan abadi walau
hanya sesaat karena, semua yang ia lakukan tak akan terulang. Ia mencoba
menyesali apa yang telah ia lakukan selama ia hidup. Ia mencoba merubah semua
sikap buruknya namun waktunya hampir habis, sehingga ia mencoba melakukan yang
terbaik sebelum kematiannya tiba walau hanya sebentar.
contoh kritik satra novel salah asuhan dengan pendekatan objektif
Sinopsis Novel Salah Asuhan
Hanafi,
laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan
kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Dari
kecil Hanafi berteman dengan Corrie du Bussee, gadis Indo-Belanda yang amat
cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama mereka pun saling mencintai. Tapi
cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbadaan bangsa. Jika orang
Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda maka mereka akan dijauhi oleh para
sahabatnya dan orang lain. Untuk itu Corrie pun meninggalkan Minangkabau dan
pergi ke Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk menghindar dari
Hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya.
Akhirnya
ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu Hanafi,
gadis Minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada tradisi dan
adatnya. Ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas
budi pada ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah Hanafi. Awalnya
Hanafi tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan
ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak
mencintai Rapiah, di rumah Rapiah hanya diperlakukan seperti babu, mungkin
Hanafi menganggap bahwa Rapiah itu seperti tidak ada apabila banyak temannya
orang Belanda yang datang ke rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak
laki-laki yaitu Syafei.
Suatu
hari Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus berobat ke Betawi agar sembuh.
Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Disana, Hanafi menikah
dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu
Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi walaupun Hanafi seperti itu Rapiah
tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu Hanafi. Perkawinannya dengan Corrie
ternyata tidak bahagia, sampai-sampai Corrie dituduh suka melayani laki-laki
lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati dan pergi dari rumah menuju
Semarang. Corrie sakit Kholera dan meninggal dunia. Hanafi sangat menyesal
telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas kematian Corrie, Hanafi pun
pulang kembali ke kampung halamannya dan menemui ibunya, disna Hanafi hanya
diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Hanafi sakit,
kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk mengakiri hidupnya, dan akhirnya
dia meninggal dunia.
Kritik Sastra menggunakan Pendekatan Objektif pada Novel
Salah Asuhan Karya Abdoel Muis
Abdoel Moeis adalah seorang
pengarang Balai Pustaka yang berasal dari daerah Minangkabau. Ayahnya orang
Minang dan ibunya orang Sunda. Ia adalah seorang pejuang kebangsaan Indonesia
yang sezamanan dengan H.O.S Cokroaminoto dan Ki Hajar Dewantara. Sebagai
seorang perintis kemerdekaan, ia mulai menerjuni lapangan politik sejak tahun
1920 sebagai anggota Indie Werbar, kemudian menjadi pemimpin Serikat Islam dan
menjadi anggota Volksraad.
Setelah menyelesaikan pelajarannya
di sekolah rendah Belanda di Bukittinggi, ia melanjutkan perjalan di Stovia,
tetapi tidak sampai selesai. kemudian ia menjadi wartawan di Bandung. Salah
satu novel karya beliau adalah novel yang berjudul “Salah Asuhan”. Novel ini
menceritakan tentang perbedaan budaya atau adat di antara dua belah permukaan
bumi.
Tema yang terdapat pada novel Salah
Asuhan karya Abdoel Moeis adalah mengenai perbedaan adat istiadat antara
Eropa dan Pribumi. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut “....dalam pergaulan bangsaku, bangsa Eropa
sungguh longgarlah pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Tapi sebab
sudah galib, tidaklah akan cepat orang berbuat fitnah atau menyangka buruk,
apabila kelihatan laki-laki bergaul dengan perempuan lain, yang bukan ahli
karibnya. Tetapi dalam pergaulan bangsamu, apabila di tanah Sumatra ini, lain
keadaannya. Jangankan dengan perempuan lain, dengan ahlinya yang paling karib,
sekalipun dengan adik atau kakaknya sendiri, sudah disebut janggal, apabila ia
bergaul atau duduk bersenda gurau, bahkan berjalan berdua-dua....”
Tak hanya tema namun juga terdapat
alur dalam novel ini. Alur yang terdapat pada novel “Salah Asuhan” karya
Abdoel Moeis adalah alur maju. Seperti yang ditulis pada kutipan berikut ini “...dua tahun sudah berjalan, setelah jadi
perundingan Hanafi dengan ibunya tentang beristri itu. Sebelum ia membenarkan
kata ibunya, iapun sudah dinikahkan dengan Rapiah....”
Pada novel “Salah Asuhan” ini pengarang juga meletakkan tokoh dan penokohan
untuk mendukung jalannya cerita novel ini. Adapun tokoh-tokoh dan penokohan
yang terdapat di dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu Hanaf, Corrie, Rapiah, Ibu Hanafi, Tuan du Bussee, Syafei, Si
Buyung, Nyonya Pension, Piet, Nyonya Van Dammen, Tuan Aministratur.X
Berdasarkan tokoh-tokoh yang telah
disebutkan di paragraf sebelumnya, diletakkan pula penokohan atau perwatakan
pada masing-masing tokoh. Tokoh dalam novel ini terbagi dua yaitu tokoh utama
dan tokoh pendukung atau tokoh figuran. Perwatakan atau penokoan yang diberikan
pada masing-masing tokoh diantaranya, Hanafi wataknya sombong, keras kepala,
kasar dan durhaka. Seperti yang dapat dilihat dalam kutipan berikut “...Ibu
orang kampung dan perasaan ibu kampung semua... kadang Hanafi amat keras
kepala jika kehendaknya dibantah atau katanya disolang..“Hanafi!Anakku, tahulah
engkau apa hukuman anak yang durhaka pada ibunya?...”.
Tokoh
Corrie digambarkan dengan wataknya
yang sabar, berpikiran tulus, injak-jinak merpati, baik, dan mudah bergaul. Seperti
yang dapat dilihat dalam kutipan “..Ah, hati sabar, pikiran tulus, alam
luas, pendeknya berkumpulah segala sifat-sifat yang mulia pada perempuan yang
seorang itu....”. Sementara tokoh Rapiah wataknya sabar, apa adanya, perhatian dan baik. “Rapiah
yang tahu arti misbruik itu, menundukkan kepala, alamat bersyukur atas
kemurahan hati junjunan itu... Sementara itu terdengarlah suara Rapiah, yang
sedang menimang dan menidurkan anaknya. Syafei ditidurkannya selalu dengan
nyanyian...’.
Ada
pula tokoh yang digambarkan sebagai ibu yaitu Ibu Hanafi, wataknya digambarkan baik, sabar, lemah lembut, dan
pemaaf. Seperti yang digambarkan pada kutipan berikut “Kesenangan ibu,
hanyalah duduk di bawah, sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja....
Astagfirullah, Hanafi! Turutkanlah ibumu mengucap menyebut
nama Allah, supaya lapang bumi Allah bagimu dan tidak akan bertutur lagi dengan
sejauh itu tersesatnya....”.
Selain
ibu, peran Tuan du
Busse juga berpengaruh dalam novel ini. Dia degambarkan dengan wataknya ysng pemberani dan tegas. Seperti pada kutipan “...yang
amat disukai oleh Tuan du Bussee ialah berburu harimau...Tapi Corrie mesti
bersekolah yang sepatut-patutnya....”. Ada pula tokoh yang bernama Syafei.
Syafei memiliki watak yang polos, seperti dalam kutipan “...Syafei memandang dengan mata yang
berkilau-kilauan kepada sekalian balon yang disisip-sisipkan pada sebilah
pelapah enau, berkata dengan gembira dan melupakan segala ketakutan, “yang
merah-yang merah...”.
Sementara
itu si Buyung wataknya penurut, seperti
dalam kutipan “...Si Buyung menolak kereta itu sampai ke dapur, lalu
menceritakan apa yang diperintahkan kepadanya...”. dan tokoh Nyonya Pension dengan wataknya yang taat beragama.
Sebagaimana dalam kutipan “..Ya Nyonya”, sahut nyonya Pension, yang taat
pada agamanya...”. Serta tokoh Piet dengan wataknya yang baik, seperti
dalam kutipan “..Terima kasih, Piet! Terima kasih pula atas nasihat dan
tutur katamu...”
Sifat Nyonya Van Dammen digambarkan dengan
wataknya yang baik budi sebagaimana yang ada dalam kutipan “...Nyonya Van
Dammen memang seorang perempuan yang baik budi...”.
Yang terakhir ada tokoh Tuan Administratur yang wataknya
digambarkan peramah dan baik. seperti dalam kutipan “...Tuan administratur
yang peramah itu tidak menyampaikan apa yang hendak dituturkannya... Terima
kasih Tuan, kebaikan hati Tuan akan saya kenang-kenangkan..”.
Ada cerita tentu ada pula latar atau
setting, baik itu latar tempat, waktu atau pun suasana. Setting yang terdapat
dalm novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu setting tempat diantaranya. Lapangan
tennis yang terdapat dalam kutipan “...Tempat bermain tennis yang
dilinndunginya oleh pohon-pohon sekitarnya, masih sunyi...”. Daerah yang
juga menjadi latarnya yaitu Solok, Minangkabau seperti dikutip “Sungguhnpun
ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal diam di kampung saja, tapi sebab
kasihan kepada anak, ditinggalkannyalah rumah gedang di Koto Anau, dan
tinggallah ia bersama-sama dengan Hanafi di Solok.”
Latar yang bertempat di Bonjol seperti dalam kutipan “...Ibu Rapiah hanya kuat
sebulan menunggui anaknya di rumah Hanafi. Sesudah itu kembalilah ia ke Bonjol
dengan hati yang amat sedih....”. serta kota Padang yang juga menjadi latar. Sebagaimana
dikutip dari “...Lebih dahulu dokter memerikan jalan kapal dari Padang...”. Bumi Betawi yang hanya kiasan pun dapat
dijadikan tempat seperti dalam kutipan “Dalam hatinya, Hanafi sebenarnya
girang bahwa sudah terpaksa berangkat ke Betawi.”
Ada pula tempat yang bernama Probolinggo
seperti dalam kutipan “Kedua anak muda itu berjanjilah, bahwa Corrie akan
temasa ke rumah sahabatnya, di pabrik kopi ‘Gunung Wayang’ di bawahan
Probolinggo...” Dan Gunung Sari seperti yng terdapat dalam kutipan “...Lekaslah
membawa kabar ke Gunung Sari, Han...”. Serta Sukabumi yang diambil dari
kutipan “...Sepulangnya kita dari Sukabumi, Han!Aku masih lelah, biarlah aku
tinggal di rumah dahulu...”.
Kota Semarang juga menjadi latar
tempat kejaian atau peristiwa dalam novel ini. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan “ Sepanjang jalan ke Semarang Hanafi bersandar saja di atas bangku
kereta api, serta menutupkan matanya...”. Kemudian Rumah Sakit seperti dalam kutipan “..Maka
bangkitlah Hanafi dari duduknya, lalu menghambur ke luar, menaiki oto yang
masih menanti, lalu berseru sekeras-kerasnya kepada supir,” Ayoh!Ke Rumah Sakit
Paderi, lekas sekali!...”.
Di daerah Surabaya juga dipakai
untuk menjadi latar seperti yang terdapat dalam kutipan “..Di Surabaya
mereka menumpang semalam di suatu pensional kecil....”. Serta tempat yang menjadi latar terakhir yaitu Gang Pasar.
Seperti yang dikutip dalam nove ini ..“Di Gang Pasar Baru itu ia menyewa
sebuah pavilyun, sedang buatannya sehari-hari hanyalah belajar main piano
saja...”..
Ada latar tempat tentu ada
pula latar waktu dan suasan. Latar atau Setting
waktu yang terdapat dalam novel ini yaitu pada waktu Tengah 5 petang hari yang
digambarkan dalam kutipan “..Cahaya matahari yang diteduhkan oleh daun-daun
di tempat bermain itu, masih keras, karena dewasa itu baru pukul tengah 5
petang hari...”. Waktu Malam yang digambarkan dalam kutipan “..Semalam-malaman
itu Corrie tidak merasa tidur nyenyak..”. Waktu yang menunjukkan Pukul 4 yang
digambarkan dengan “..Dari pukul 4 Corrie, sudah berhias dan memakai di muka
cermin besar...”. Pad a waktu Petang yang dikutip dalam “..Pada
petang itu mereka sedang duduk bersenda gurau di dalam kebun Hanafi, tempat
Hanafi menerima kedatangan Corrie dahulu, sebelum datang kawan-kawan yang
hendak bermain... “
Latar waktu lain juga terdapat pada Hari Minggu. Seperti
yang tertulis dalam kutipan “..Pada hari Minggu mereka ke luar kota, mencari-cari hawa di tempat
yang sunyi...”. Petang Kamis malam Jumat yang terlihat dari kutipan “..Pada
petang Kamis malam Jumat, Hanafi sudah datang ke asrama, disambut oleh Corrie
yang mengganti pakaian sekolahnya pada malam itu dengan pakaian berpesta....”.
Waktu subuh juga menjadi latar waktu yang digunakan ddalam
novel in. Seperti padda kutipan “..Pada keesoka harinya, waktu subuh mereka
sudah ada pula di stasiun...”. Latar waktu yang terakhir adalah waktu Pagi
hari. Seperti yang terlihat dalam kutipan “...Fajar menyingsing di sebelah timur, alamat matahari hendak naik...”.
Ada pula latar suasan yang juga sangat mendukung jalannya
cerita dalam novel ini. Latar atau Setting suasana yang ada dalam novel
“Salah Asuhan” ini yaitu suasananya perselisihan, kebahagiaan, kesedihan, kecemasan, ironis, penuh emosi, sunyi.
Seperti dalam kutipannya seperti berikut:
Perselisihan seperti pada kutipan “..Aku tahu betul,
bahwa aku hanyalah Bumiputra saja, Corrie! Janganlah kau ulang-ulang juga...”. Suasana
bahagia seperti pada kutipan “..Oh, ruangan di dalam jantung Tuan Hanafi
amat luas,”kata Corrie sambil tertawa,”buat menempatkan dua tiga orang
perempuan saja masih berlapang-lapang....” Ada pula suasana sedih yang
terlihat dalam kutipan “...Yang
sangat menyedihkan hati ibunya ialah karena bagi Hanafi segala orang yang tidak
pandai bahasa Belanda, tidaklah masuk bilangan....”
Suasana cemas juga terlihat dalam
cerita ini. Seperti pada kutipan berikut “..Ibunya melihat keadaan serupa
itu dengan kecemasan hati. Orang tua itu bukan tak arif, bahwa anaknya di dalam
beberapa hari yang akhir ini berperangai luar biasa...”. Suasana lain,
seperti suasana keironisan juga terlihat dalam kutipan “....Kesayangan
Hanafi pada ibunya, belum seberapa; berlipat-lipat ganda kasih ibu kepada anak
tunggal yang sudah tak berayah lagi itu. hanya sebab memikirkan nasib anaknya,
maka Hanafi tetap meranda....”.
Suasana yang penuh dengan emosi pun digambarkan dalam cerita
ini. Suasana ini terlihat dalam kutipan “..Sampai kering kerongkonganku
memanggil si Buyung, seorangpun tidak menyahut!” kata Hanafi sambil
membelakakan matanya kepada istrinya....”. serta suasana sepi yang terlihat
dalam novel ini. Seperti tertulis dalam kutipan
“...Sejurus lamanya tidak kedengaran sepatah jua; sepatah katapun
tidak...”.
Selain unsur instrinsik di atas ada
pula sudut pandang, yang juga sangat mempengaruhi gaya bahasa serta cara
penyajian cerita dalam novel ini. Sudut pandang yang digunakan yaitu sudut
pandang orang ketiga serba tahu. Karena pada penyajian cerita pengarang
menuliskan dengan menggunakan nama masing-masing tokoh .
Selain itu, dalam unsur instrinsik
pada kritik objektif ini terdapat pula gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang.
Gaya bahasa dalam novel ini cukup menarik, namun bagi para pembaca awan cukup
sulit untuk menafsirkan atau memahami beberapa kata, agar dapat memahami isi
cerita dari novel ini dengan baik.
Selain itu amanat juga berperan
penting dalam menjembatani pembaca dengan pengarang ataupun dengan isi cerita
dalam novel. Amanat yang dapat diambil
dari novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis ini yaitu kasih sayang seorang
ibu tak kan ada batasnya, seorang ibu mencintai anaknya meskipun dalam keadaan
salah. Sayangilah anak istri sesuai dengan ketentuan, petunjuk atau
syariat-Nya. Karena penyesalan selalu datang terakhir, maka gunakanlah waktu
dan kesempatan yang ada dengan baik dan jangan sia-siakan. Serta sayangilah keluarga. Cintailah bangsa
sendiri. Perjuangan mempertahankan cinta sejati sampai akhir nafas. Dan tentu
saja jangan mudah berburuk sangka, carilah kebenarannya diantara setiap
kejadian.
Langganan:
Postingan (Atom)