Sinopsis Novel Salah Asuhan
Hanafi,
laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan
kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Dari
kecil Hanafi berteman dengan Corrie du Bussee, gadis Indo-Belanda yang amat
cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama mereka pun saling mencintai. Tapi
cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbadaan bangsa. Jika orang
Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda maka mereka akan dijauhi oleh para
sahabatnya dan orang lain. Untuk itu Corrie pun meninggalkan Minangkabau dan
pergi ke Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk menghindar dari
Hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya.
Akhirnya
ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu Hanafi,
gadis Minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada tradisi dan
adatnya. Ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas
budi pada ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah Hanafi. Awalnya
Hanafi tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan
ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak
mencintai Rapiah, di rumah Rapiah hanya diperlakukan seperti babu, mungkin
Hanafi menganggap bahwa Rapiah itu seperti tidak ada apabila banyak temannya
orang Belanda yang datang ke rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak
laki-laki yaitu Syafei.
Suatu
hari Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus berobat ke Betawi agar sembuh.
Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Disana, Hanafi menikah
dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu
Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi walaupun Hanafi seperti itu Rapiah
tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu Hanafi. Perkawinannya dengan Corrie
ternyata tidak bahagia, sampai-sampai Corrie dituduh suka melayani laki-laki
lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati dan pergi dari rumah menuju
Semarang. Corrie sakit Kholera dan meninggal dunia. Hanafi sangat menyesal
telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas kematian Corrie, Hanafi pun
pulang kembali ke kampung halamannya dan menemui ibunya, disna Hanafi hanya
diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Hanafi sakit,
kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk mengakiri hidupnya, dan akhirnya
dia meninggal dunia.
Kritik Sastra menggunakan Pendekatan Objektif pada Novel
Salah Asuhan Karya Abdoel Muis
Abdoel Moeis adalah seorang
pengarang Balai Pustaka yang berasal dari daerah Minangkabau. Ayahnya orang
Minang dan ibunya orang Sunda. Ia adalah seorang pejuang kebangsaan Indonesia
yang sezamanan dengan H.O.S Cokroaminoto dan Ki Hajar Dewantara. Sebagai
seorang perintis kemerdekaan, ia mulai menerjuni lapangan politik sejak tahun
1920 sebagai anggota Indie Werbar, kemudian menjadi pemimpin Serikat Islam dan
menjadi anggota Volksraad.
Setelah menyelesaikan pelajarannya
di sekolah rendah Belanda di Bukittinggi, ia melanjutkan perjalan di Stovia,
tetapi tidak sampai selesai. kemudian ia menjadi wartawan di Bandung. Salah
satu novel karya beliau adalah novel yang berjudul “Salah Asuhan”. Novel ini
menceritakan tentang perbedaan budaya atau adat di antara dua belah permukaan
bumi.
Tema yang terdapat pada novel Salah
Asuhan karya Abdoel Moeis adalah mengenai perbedaan adat istiadat antara
Eropa dan Pribumi. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut “....dalam pergaulan bangsaku, bangsa Eropa
sungguh longgarlah pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Tapi sebab
sudah galib, tidaklah akan cepat orang berbuat fitnah atau menyangka buruk,
apabila kelihatan laki-laki bergaul dengan perempuan lain, yang bukan ahli
karibnya. Tetapi dalam pergaulan bangsamu, apabila di tanah Sumatra ini, lain
keadaannya. Jangankan dengan perempuan lain, dengan ahlinya yang paling karib,
sekalipun dengan adik atau kakaknya sendiri, sudah disebut janggal, apabila ia
bergaul atau duduk bersenda gurau, bahkan berjalan berdua-dua....”
Tak hanya tema namun juga terdapat
alur dalam novel ini. Alur yang terdapat pada novel “Salah Asuhan” karya
Abdoel Moeis adalah alur maju. Seperti yang ditulis pada kutipan berikut ini “...dua tahun sudah berjalan, setelah jadi
perundingan Hanafi dengan ibunya tentang beristri itu. Sebelum ia membenarkan
kata ibunya, iapun sudah dinikahkan dengan Rapiah....”
Pada novel “Salah Asuhan” ini pengarang juga meletakkan tokoh dan penokohan
untuk mendukung jalannya cerita novel ini. Adapun tokoh-tokoh dan penokohan
yang terdapat di dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu Hanaf, Corrie, Rapiah, Ibu Hanafi, Tuan du Bussee, Syafei, Si
Buyung, Nyonya Pension, Piet, Nyonya Van Dammen, Tuan Aministratur.X
Berdasarkan tokoh-tokoh yang telah
disebutkan di paragraf sebelumnya, diletakkan pula penokohan atau perwatakan
pada masing-masing tokoh. Tokoh dalam novel ini terbagi dua yaitu tokoh utama
dan tokoh pendukung atau tokoh figuran. Perwatakan atau penokoan yang diberikan
pada masing-masing tokoh diantaranya, Hanafi wataknya sombong, keras kepala,
kasar dan durhaka. Seperti yang dapat dilihat dalam kutipan berikut “...Ibu
orang kampung dan perasaan ibu kampung semua... kadang Hanafi amat keras
kepala jika kehendaknya dibantah atau katanya disolang..“Hanafi!Anakku, tahulah
engkau apa hukuman anak yang durhaka pada ibunya?...”.
Tokoh
Corrie digambarkan dengan wataknya
yang sabar, berpikiran tulus, injak-jinak merpati, baik, dan mudah bergaul. Seperti
yang dapat dilihat dalam kutipan “..Ah, hati sabar, pikiran tulus, alam
luas, pendeknya berkumpulah segala sifat-sifat yang mulia pada perempuan yang
seorang itu....”. Sementara tokoh Rapiah wataknya sabar, apa adanya, perhatian dan baik. “Rapiah
yang tahu arti misbruik itu, menundukkan kepala, alamat bersyukur atas
kemurahan hati junjunan itu... Sementara itu terdengarlah suara Rapiah, yang
sedang menimang dan menidurkan anaknya. Syafei ditidurkannya selalu dengan
nyanyian...’.
Ada
pula tokoh yang digambarkan sebagai ibu yaitu Ibu Hanafi, wataknya digambarkan baik, sabar, lemah lembut, dan
pemaaf. Seperti yang digambarkan pada kutipan berikut “Kesenangan ibu,
hanyalah duduk di bawah, sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja....
Astagfirullah, Hanafi! Turutkanlah ibumu mengucap menyebut
nama Allah, supaya lapang bumi Allah bagimu dan tidak akan bertutur lagi dengan
sejauh itu tersesatnya....”.
Selain
ibu, peran Tuan du
Busse juga berpengaruh dalam novel ini. Dia degambarkan dengan wataknya ysng pemberani dan tegas. Seperti pada kutipan “...yang
amat disukai oleh Tuan du Bussee ialah berburu harimau...Tapi Corrie mesti
bersekolah yang sepatut-patutnya....”. Ada pula tokoh yang bernama Syafei.
Syafei memiliki watak yang polos, seperti dalam kutipan “...Syafei memandang dengan mata yang
berkilau-kilauan kepada sekalian balon yang disisip-sisipkan pada sebilah
pelapah enau, berkata dengan gembira dan melupakan segala ketakutan, “yang
merah-yang merah...”.
Sementara
itu si Buyung wataknya penurut, seperti
dalam kutipan “...Si Buyung menolak kereta itu sampai ke dapur, lalu
menceritakan apa yang diperintahkan kepadanya...”. dan tokoh Nyonya Pension dengan wataknya yang taat beragama.
Sebagaimana dalam kutipan “..Ya Nyonya”, sahut nyonya Pension, yang taat
pada agamanya...”. Serta tokoh Piet dengan wataknya yang baik, seperti
dalam kutipan “..Terima kasih, Piet! Terima kasih pula atas nasihat dan
tutur katamu...”
Sifat Nyonya Van Dammen digambarkan dengan
wataknya yang baik budi sebagaimana yang ada dalam kutipan “...Nyonya Van
Dammen memang seorang perempuan yang baik budi...”.
Yang terakhir ada tokoh Tuan Administratur yang wataknya
digambarkan peramah dan baik. seperti dalam kutipan “...Tuan administratur
yang peramah itu tidak menyampaikan apa yang hendak dituturkannya... Terima
kasih Tuan, kebaikan hati Tuan akan saya kenang-kenangkan..”.
Ada cerita tentu ada pula latar atau
setting, baik itu latar tempat, waktu atau pun suasana. Setting yang terdapat
dalm novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu setting tempat diantaranya. Lapangan
tennis yang terdapat dalam kutipan “...Tempat bermain tennis yang
dilinndunginya oleh pohon-pohon sekitarnya, masih sunyi...”. Daerah yang
juga menjadi latarnya yaitu Solok, Minangkabau seperti dikutip “Sungguhnpun
ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal diam di kampung saja, tapi sebab
kasihan kepada anak, ditinggalkannyalah rumah gedang di Koto Anau, dan
tinggallah ia bersama-sama dengan Hanafi di Solok.”
Latar yang bertempat di Bonjol seperti dalam kutipan “...Ibu Rapiah hanya kuat
sebulan menunggui anaknya di rumah Hanafi. Sesudah itu kembalilah ia ke Bonjol
dengan hati yang amat sedih....”. serta kota Padang yang juga menjadi latar. Sebagaimana
dikutip dari “...Lebih dahulu dokter memerikan jalan kapal dari Padang...”. Bumi Betawi yang hanya kiasan pun dapat
dijadikan tempat seperti dalam kutipan “Dalam hatinya, Hanafi sebenarnya
girang bahwa sudah terpaksa berangkat ke Betawi.”
Ada pula tempat yang bernama Probolinggo
seperti dalam kutipan “Kedua anak muda itu berjanjilah, bahwa Corrie akan
temasa ke rumah sahabatnya, di pabrik kopi ‘Gunung Wayang’ di bawahan
Probolinggo...” Dan Gunung Sari seperti yng terdapat dalam kutipan “...Lekaslah
membawa kabar ke Gunung Sari, Han...”. Serta Sukabumi yang diambil dari
kutipan “...Sepulangnya kita dari Sukabumi, Han!Aku masih lelah, biarlah aku
tinggal di rumah dahulu...”.
Kota Semarang juga menjadi latar
tempat kejaian atau peristiwa dalam novel ini. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan “ Sepanjang jalan ke Semarang Hanafi bersandar saja di atas bangku
kereta api, serta menutupkan matanya...”. Kemudian Rumah Sakit seperti dalam kutipan “..Maka
bangkitlah Hanafi dari duduknya, lalu menghambur ke luar, menaiki oto yang
masih menanti, lalu berseru sekeras-kerasnya kepada supir,” Ayoh!Ke Rumah Sakit
Paderi, lekas sekali!...”.
Di daerah Surabaya juga dipakai
untuk menjadi latar seperti yang terdapat dalam kutipan “..Di Surabaya
mereka menumpang semalam di suatu pensional kecil....”. Serta tempat yang menjadi latar terakhir yaitu Gang Pasar.
Seperti yang dikutip dalam nove ini ..“Di Gang Pasar Baru itu ia menyewa
sebuah pavilyun, sedang buatannya sehari-hari hanyalah belajar main piano
saja...”..
Ada latar tempat tentu ada
pula latar waktu dan suasan. Latar atau Setting
waktu yang terdapat dalam novel ini yaitu pada waktu Tengah 5 petang hari yang
digambarkan dalam kutipan “..Cahaya matahari yang diteduhkan oleh daun-daun
di tempat bermain itu, masih keras, karena dewasa itu baru pukul tengah 5
petang hari...”. Waktu Malam yang digambarkan dalam kutipan “..Semalam-malaman
itu Corrie tidak merasa tidur nyenyak..”. Waktu yang menunjukkan Pukul 4 yang
digambarkan dengan “..Dari pukul 4 Corrie, sudah berhias dan memakai di muka
cermin besar...”. Pad a waktu Petang yang dikutip dalam “..Pada
petang itu mereka sedang duduk bersenda gurau di dalam kebun Hanafi, tempat
Hanafi menerima kedatangan Corrie dahulu, sebelum datang kawan-kawan yang
hendak bermain... “
Latar waktu lain juga terdapat pada Hari Minggu. Seperti
yang tertulis dalam kutipan “..Pada hari Minggu mereka ke luar kota, mencari-cari hawa di tempat
yang sunyi...”. Petang Kamis malam Jumat yang terlihat dari kutipan “..Pada
petang Kamis malam Jumat, Hanafi sudah datang ke asrama, disambut oleh Corrie
yang mengganti pakaian sekolahnya pada malam itu dengan pakaian berpesta....”.
Waktu subuh juga menjadi latar waktu yang digunakan ddalam
novel in. Seperti padda kutipan “..Pada keesoka harinya, waktu subuh mereka
sudah ada pula di stasiun...”. Latar waktu yang terakhir adalah waktu Pagi
hari. Seperti yang terlihat dalam kutipan “...Fajar menyingsing di sebelah timur, alamat matahari hendak naik...”.
Ada pula latar suasan yang juga sangat mendukung jalannya
cerita dalam novel ini. Latar atau Setting suasana yang ada dalam novel
“Salah Asuhan” ini yaitu suasananya perselisihan, kebahagiaan, kesedihan, kecemasan, ironis, penuh emosi, sunyi.
Seperti dalam kutipannya seperti berikut:
Perselisihan seperti pada kutipan “..Aku tahu betul,
bahwa aku hanyalah Bumiputra saja, Corrie! Janganlah kau ulang-ulang juga...”. Suasana
bahagia seperti pada kutipan “..Oh, ruangan di dalam jantung Tuan Hanafi
amat luas,”kata Corrie sambil tertawa,”buat menempatkan dua tiga orang
perempuan saja masih berlapang-lapang....” Ada pula suasana sedih yang
terlihat dalam kutipan “...Yang
sangat menyedihkan hati ibunya ialah karena bagi Hanafi segala orang yang tidak
pandai bahasa Belanda, tidaklah masuk bilangan....”
Suasana cemas juga terlihat dalam
cerita ini. Seperti pada kutipan berikut “..Ibunya melihat keadaan serupa
itu dengan kecemasan hati. Orang tua itu bukan tak arif, bahwa anaknya di dalam
beberapa hari yang akhir ini berperangai luar biasa...”. Suasana lain,
seperti suasana keironisan juga terlihat dalam kutipan “....Kesayangan
Hanafi pada ibunya, belum seberapa; berlipat-lipat ganda kasih ibu kepada anak
tunggal yang sudah tak berayah lagi itu. hanya sebab memikirkan nasib anaknya,
maka Hanafi tetap meranda....”.
Suasana yang penuh dengan emosi pun digambarkan dalam cerita
ini. Suasana ini terlihat dalam kutipan “..Sampai kering kerongkonganku
memanggil si Buyung, seorangpun tidak menyahut!” kata Hanafi sambil
membelakakan matanya kepada istrinya....”. serta suasana sepi yang terlihat
dalam novel ini. Seperti tertulis dalam kutipan
“...Sejurus lamanya tidak kedengaran sepatah jua; sepatah katapun
tidak...”.
Selain unsur instrinsik di atas ada
pula sudut pandang, yang juga sangat mempengaruhi gaya bahasa serta cara
penyajian cerita dalam novel ini. Sudut pandang yang digunakan yaitu sudut
pandang orang ketiga serba tahu. Karena pada penyajian cerita pengarang
menuliskan dengan menggunakan nama masing-masing tokoh .
Selain itu, dalam unsur instrinsik
pada kritik objektif ini terdapat pula gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang.
Gaya bahasa dalam novel ini cukup menarik, namun bagi para pembaca awan cukup
sulit untuk menafsirkan atau memahami beberapa kata, agar dapat memahami isi
cerita dari novel ini dengan baik.
Selain itu amanat juga berperan
penting dalam menjembatani pembaca dengan pengarang ataupun dengan isi cerita
dalam novel. Amanat yang dapat diambil
dari novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis ini yaitu kasih sayang seorang
ibu tak kan ada batasnya, seorang ibu mencintai anaknya meskipun dalam keadaan
salah. Sayangilah anak istri sesuai dengan ketentuan, petunjuk atau
syariat-Nya. Karena penyesalan selalu datang terakhir, maka gunakanlah waktu
dan kesempatan yang ada dengan baik dan jangan sia-siakan. Serta sayangilah keluarga. Cintailah bangsa
sendiri. Perjuangan mempertahankan cinta sejati sampai akhir nafas. Dan tentu
saja jangan mudah berburuk sangka, carilah kebenarannya diantara setiap
kejadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar