Kritik Objektif pada Novel Si Jamin
dan Si Johan Karya Merari Siregar
SINOPSIS
Di tepi Jl. Mangga Besar yang
dulunya bernama Prinselaan di Taman Safari terdapat sebuah rumah yang sedikit
tua. Rumah itu tak terurus bagai tak berpenghuni. Di dalam nya tinggalah
seorang wanita bernama Inem dan kedua orang anak bernama Jamin dan adiknya bernama
Johan dan ayah kandungnya. Jamin dan Johan adalah sepasang kakak beradik, yang
ibunya sudah meninggal dunia. Sehingga mereka tinggal bersama ayah kandungnya,
dan ibu tirinya. Mereka dipekerjakan oleh ibu tirinya, Inem untuk
meminta-minta, dan memberikan hasil dari minta-minta itu untuk kesenangan ibu
tirinya, yang merupakan seorang pecandu.
Sore itu Inem ibu tiri Jamin dan Johan
menunggui kedatangan Jamin,bukan karena kuatir tetapi untuk meminta uang dari
Jamin meminta-minta. Karena sebagian uang meminta-mintanya ia belikan nasi
untuk ia dan adiknya Inem pun marah hingga menendang si Jamin. Sebenarnya Inem
menyiksa Jamin dan Johan merupakan hal yang biasa karena memang wanita itu
sangat jahat. Untung Jamin dan Johan adalah anak yang sabar dan penurut. Jamin
dan Johan selalu mengingat perkataan almarhum ibunya untuk selalu di jalan
Allah dan saling menjaga sampai kapan pun. Mereka tidak pernah dendam pada ibu
tirinya.. Bertes, ayah Jamin dan Johan juga suka mabuk hingga kedua anak itu
dipukulnya karena tak sadar. Bertes berasal dari Saparua, Ambon. Ia
meninggalkan kota kelahirannya untuk menjadi serdadu karena ia pikir, ia akan
mendapat gaji besar.
Waktu itu kedua orang tuanya tidak merestui tapi ia tidak
memperdulikan hingga ia menjadi serdadu di Aceh. Saat Bertes sakit karena
peperangan yang terjadi di Aceh, ia baru sadar bahwa ia banyak salah pada orang
tuanya maka dari itu, ia bercita-cita kembali ke kampung halaman dan mencari
pendamping hidup. Ternyata orang tuanya telah meninggal. Ia begitu menyesal dan
sangat merasa berdosa pada orang tuanya. Setelah itu ia bertemu dengan Mina dan
hidup dengan Mina di Prinselaan, Taman Sari. Awalnya rumah tangga mereka
baik-baik saja apalagi ketika ia mempunyai 2 orang anak yaitu Jamin dan Johan.
Mina adalah seorang istri yang baik,sabar dan bertanggung jawab, jauh berbeda
dengan Inem yang kejam.
Tetapi setelah 5 tahun pernikahannya, Bertes mulai
terpengaruh teman-temannya menjadi pemabuk dan suka bertindak keras. Mina mulai
sakit-sakitan hingga akhirnya ia meninggal dunia. Bertes ternyata juga sering
menyiksa Mina bila sedang mabuk. Setelah Mina meninggal, kemudian menikah
dengan Inem yang tidak berperangkai baik. Sungguh malang nasib Jamin dan Johan,
sudah piatu sengsara pula hidupnya.
Ketika Inem selesai mencandu
emosinya tidak dapat dikontrol lagi. Pagi-pagi ia mengusir Jamin untuk
meminta-minta uang sampai mendapat lima puluh sen baru ia dapat pulang dan
diancamnya bila tidak pulang akan membuang adiknya ke sungai padahal Jamin
tidak ingin berpisah dari Johan karena ia sangat sayang pada Johan dan
sebaliknya. Sungguh kejam memang ibu tirinya. Jamin pun segera pergi untuk
mencari uang tetapi sungguh sial hari itu karena sampai malam tak dapat
dikumpulkannya uang lima puluh sen. Dari Pasar Baru, Pasar Ikan sampai Pasar
Senin ia lalui namun tak tercukupi juga hingga malam yang sangat dingin karena
hujan. Kondisi itu membuatnya lemas karena tak satupun makanan yang masuk
kecuali sedikit roti dari temannya serta sedikit air ditambah baju yang kotor
dan compang-camping membuat ia tak kuat lagi untuk berjalan. Tak kuasa lagi ia
berjalan, sampai akhirnya ia tidur di seberang warung obat milik Kong Sui.
Pagi
harinya, Kong Sui yang melihat Jamin yang terkapar tak berdaya membawanya ke
rumahnya untuk dia beri makan. Sampai disana Jamin diberi makan, minum, uang
dan baju untuk gantinya kemudian ia menceritakan semua pada Kong Sui dan Fi.
Kong Sui dan Fi sangat kasihan pada Jamin setelah ia mendengar cerita dari
Jamin. Jamin pun sangat berterima kasih pada mereka atas bantuan mereka. Karena
merasa badannya sudah terasa baikan ia pun meminta izin untuk pulang.
Di rumah
Bertes pulang dari Café Pasar Senin dengan katakutan karena tadi ada
pertengkaran disana hingga seseorang berlumur darah. Karena waktu itu ia sedang
mabuk jadi ia lupa yang ia lakukan karena ia takut diangkap polisi ia sampai
berpura-pura dan menyuruh istrina bila polisi datang untuk berbohong. Disaat
itulah ia baru sadar bila hidupnya telah rusak. Ia lihat anaknya Johan kemudian
ia memeluknya untuk minta maaf tetapi Jamin tidak ada. Sekarang Bertes ingin
taubat dan ia telah tau keburukannya dan istrinya.
Beberapa saat kemudian dibawa Bertes
oleh pihak polisi untuk diperiksa. Setelah itu Jamin pulang karena ia telah
dapat uang yang diinginkan ibu tirinya. Tetapi saat didepan rumah ia mendengar
bahwa ayahnya ditangkap polisi. Uang itu pun segera diberikan pada ibu tirinya
dan memberikan makanan kepada adiknya dari rumah Kong Sui. Namun baju yang
diberikan Kong Sui dan Fi diminta ibunya saat meraba celananya terasa ada cincin
didalamnya untunglah Jamin dapat merayu ibu tirinya namun tak disangka.
akhirnya ketahuan juga. Baju itu akan dijual Inem agar Jamin dapat
meminta-minta lagi dan ia juga akan mendapat uang dari hasil menjual baju itu.
Cincin itu adalah cincin Nonya Fi karena Nyonya Fi lupa mengambil cincin itu
saat dipakaikan pada Jamin. Ia pun merasa bersalah dan berjanji akan
mengembalikannya pada Kong Sui da Fi.
Suatu hari Jamin jalan-jalan di jalan
Mangga Besar. Ia ingin sekali mengembalikan cincin itu. Tiba-tiba terdengar ada
yang memanggilnya, yaitu Johan. Ternyata, Johan telah mendapatkan kembali cicin
itu. Akan tetapi, ketika mereka akan sampai di rumah Kong Sui, Jamin tertabrak
trem yang ada dibelakangnya karena ia berusaha menyelamatkan adiknya dan
dirinya sendiri, tetapi takdir berkata lain, dirinya malah tidak selamat. Jamin
dibawa orang-orang disekitar menuju rumah sakit Glodok. Johan tak mengerti apa
yang terjadi kerena saat kakaknya tertabrak ia terpelanting ke samping jalan
kemudian ia mengembalikan cincin itu dan menceritakan semua pada Kong Sui dan
Fi.
Mereka sangat sedih dan akhirnya Fi dan Johan pergi bersama ke rumah sakit.
Jamin tak berdaya lagi seisi ruangan menangis karena iba melihat Jamin.
Sekarang Johan bisa mengerti benar bagaimana arti persaudaraan yang
sesungguhnya. Akhirnya, Jamin meninggal dunia dengan tenang. Ia dikuburkan di
Mangga Dua. Johanpun sekarang tinggal bersama Kong Sui dan Fi yang
menyayanginya dan dia pun sekarang bersekolah, layakanya anak-anak yang lain.
Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Objektif
Merari Siregar lahir di Sipirok,
Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli 1896. Masa kecil dilalui penulis berdarah
Batak ini di kampung halamannya. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi
orang terpelajar, Sastrawan Merari Siregar melihat keadaan sebagian masyarakat
yang mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai dengan tuntutan zaman. Karya
Merari Siregar “Si Jamin dan Si Johan” ini merupakan saduran atau terjemahan
dari novel lain. Novel ini menceritakan tentang sebuah keluarga. Novel ini
sendiri memiliki unsur instrinsik yang membangun cerita dalam novel itu
sendiri.
Novel karya Merari Siregar ini
menceritakan tentang dua bersaudara yaitu Si Jamin dan Si Johan dalam menjalani
hidup yang kehidupannya begitu nista nestapa karena di asuh oleh ibu tirinya
setelah sepeninggal ibu kandungnya. Tema novel ini yaitu kasih sayang dua
bersaudara. Kisah yang amat sedih tentang anak kecil berusia 9 tahun menjadi
budak kecil yang mengemis lantaran perintah ibu tirinya yang jahat, tema novel
ini terlihat dalam kutipan ““jamin, bawa
kemari uang yang ada dikantongmu semuanya! Ayo lekas!...” sesekali ia tidak
mendapatkan uang maka tendang sepak terjang di dapatkannya”.
Selain tema novel ini juga memiliki alur yang
digambarkan oleh pengarang. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur
maju (progresif), hal ini terlihat dari cerita yang berurutan dari mulai
ayahnya yaitu Bertes yang menikahi ibu tirinya si Inem, perempuan jahat
sekaligus pemadat setelah sepeninggal Mina ibu kandungnya yang bertanggung
jawab. Sampai akhirnya Jamin meninggal akibat tertabrak trem ketika dia hendak
mengembalikan cincin milik Kong Sui yang meletekkan cincin dalam baju yang
diberikan untuk Jamin. Dan Jamin mengatakan sesuatu pada saat penghembusan
nafas terakhirnya. Dia berkata bahwa Johan jangan pulang kerumah, karena Jamin
tidak ingin adiknya di siksa oleh perempuan jahat yang tak lain ibu tirinya.
Dan akhirnya Nyonya Fi menjalankan amanat terakhirnya, dan akhirnya Johan
diasuh oleh Kong Sui dan Fi.
Selain tema, dan alur pengarang tak
lupa pula memberikan penokohan atau perwatakan pada masing-masing tokoh yang
ada dalam novel Si Jamin dan Si Johan
ini. Tokoh dan penokohan yang digambarkan pengarang dalam novel Si Jamin
dan Si Johan ini dapat digambarkan melalui kutipan-kutipan yang terdapat dalam
novel tersebut. Jamin baik hati, penurut, penyabar, rajin, dan jujur seperti
yang terdapat dalam kutipan “tetapi apa boleh buat, hatinya tak hendak
mengejar pekerjaan serupa itu. Biar ia terpaksa tinggal diluar semalam-malaman
sekalipun, berhujan dan berangin sampai menggigil dan meskipun hebat ancaman
ibu tirinya, si jamin tidak mau meminta sedekah dengan jalan berbohong dan
curang”.
Sedangkan Penokohan Johan
digambarkan oleh pengarang yaitu polos,
fikirannya belum terbuka. Watak Si Johan terlihat dalam kutipan “si johan karena masih kecil belum dapat
memikirkan nasibnya jauh-jauh. Jika perutnya sudah kenyang dan badannya tak
kedinginan, senanglah hatinya dan ia pun tidur nyenyak”. Di samping itu, tokoh
seorang Bertes digambarkan keras kepala, berani, mudah terbawa pergaulan. Watak
ini terlihat dalam kutipan “selama bertes
bekerja dikutaraja ia amat suka berkawan dengan beberapa orang yang kurang baik
tabiatnya dan suka mabuk. Oleh karena pergaulan itu, perlahan-perlahan bertes
terbawa kedalam jurang yang dalam” yang digambarkan oleh pengarang.
Penokohan Inem yang digambarkan
pengarang sebgai tokoh yang jahat,
berani, seorang wanita yang pecandu obat terlarang. Seperti dalam kutipan “dengan tergopoh-gopoh disangkutkannya kain
selendangnya yang basah kuyup itu, lalu berbaring di tempat tidur. Demikianlan
caranya menghisap candu”. Ikut mendukung jalannya cerita dalam novel ini. Kebalikan
dengan Inem tokoh Mina digambarkan baik hati,ramah,bertanggung jawab. Sifat
Mina ini terlihat dalam kutipan berikut “mina
pun tidak melupakan kewajiban, mengurus rumah tangga, memelihara anak-anak dan
menghibur suaminya”.
Di samping itu terdapat tokoh Fi yang Baik hati. Sifat Fi ini terlihat dalam kutipan
berikut “tanggalkan pakaianya yang basah
itu. Saya hendak pergi mengambil pakaian yang kering. Baju anak kita, masih ada
saya simpan. Barangkali baik sebagai pengganti kain baju anak yang sudah
compang camping itu”.
Ada pula tokoh Kong Sui
yang baik hati namun mudah dihasut. Seperti dalam kutipan “ia bimbang mendengarkan
cerita yang baru di dengarnya itu. Sekalian perkataan orang itu di benarkannya,
tetapi cerita si Jamin yang tadi pagi tentu tidak bohong, demikian pikirannya
dalam hati”. Tak lupa pula tokoh pendukung dalan novel ini yaitu Minah seorang
pembantu. Keberadaan tokoh ini terlihat dari kutipan “babu minah yang kebetulan datang pada waktu itu, disuruhnya
menghidupkan api”.
Selain tema, tokoh, penokohan tentu ada latar
yang mendukung jalannya cerita dalam novel
atau pun karya lain yang
berbentuk prosa. Latar tempat yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si
Johan ini yaitu latar yang pertama yaitu rumah yang terlihat dalam kutipan
“di Taman sari, ada sebuah rumah setengah
tua, berdinding papan, beratap genting. Bila diperhatikan dinding rumah itu,
catnya tidak tentu wananya lagi dan halamannya yang sangat kotor, keadaan didalam
rumah itu sangat sederhana”. Latar yang kedua ialah Pasar Senen
seperti pada kutipan ”pada sisi jalan
trem di Pasar Senen ada sebuah rumah. Di depannya tergantung sebilah papan yang bertulisan ‘rumah obat’ “.
Tak hanya itu ada pula latar rumah Sakit
yang terlihat dalam kutipan ”nyonya fi
tak tahu bau obat apa yang berbau itu, tetapi kepada pegawai-pegawai rumah
sakit bau itu adalah suatu tanda, bahwa si sakit dalam penderitaan hebat”,
dan kota Jakarta yang terlihat dalam kutipan ”kota jakarta masih sepi. Lentera-lentera di tepi jalan besar masih
menyala, sekadar menggantikn sinar matahari, yang belum bangun dari
peraduannya.”
Latar yang juga mendukung jalannya
cerita yaitu Kutaraja seperti dalam
kutipan ”setelah tiga tahun ia ia dalam
dinas belajar Gombong, ia dipindahkan ke Kutaraja. Pada waktu itu tanah aceh
belum tunduk semua pada kompeni”. Serta Pasar Baru
yang di letakkan pengarang dalam kutipan “sampai
di Pasar baru ia belum berjumpa orang seorang pun jua, tempat ia meminta
sedekah”. Serta Jalan Mangga Besar yang menjadi latar terakhir yang penulis
tuliskan. Latar ini dapat dilihat dari kutipan “dapatlah ia hidup sederhana dengan istrinya dan kedua anaknyan Jamin
dan Johan, di jalan mangga besar itu”.
Jika ada
latar tempat, tentu akan ada pula latar waktu serta latar suasana. Latar waktu
yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si Johan yaitu, jam 12 malam seperti dalam kutipan “pukul 12 tengah malam”. Tahun 1986 yang terdapat dalam kutipan “29 hari bulan Mei tahun 1986”. Siang hari yang terlihat dalam kutipan “Hari
sudah siang. Dengan langkah panjang-panjang ia berjalan”. Saat senja
mulai tiba yang terdapat dalam kutipan “matahari makin lama makin jauh bersembunyi ke sebelah
barat. (bertanda senja)”.
Kemudian latar suasana yang terdapat dalam novel
ini yaitu terlihat dalam kutipan-kutipan “meskipun
Jamin seorang budak kecil, tetapi ia telah mengenal Tuhan berkat ajaran ibunya
dahulu selagi hidup”. Yang
memperlihatkan perasaan tegar si Jamin. Suasana menegangkan karena kekejaman
ibu tiri Jamin yang terlihat dalam kutipan “setiap hari disuruh mengemis dan harus
memperoleh uang yang maksimal menurut perempuan itu, dan sesekali ia tidak
mendapat uang banyak maka ia akan dipukul dan ditendang sampai ia jatuh
terguling-guling dilantai. Dan setelah demikian anak itu dibiarkan menangis
disudut kamar.”
Suasaa sedih juga terlihat dalam
kutipan “amat sakit dan sedih hati si Jamin mendengar
perkataan adiknya yang mengaku telah dipukul oleh ibu tirinya saat ia minta
makan. Tidak dapat ia menahan air mata. Jauh lebih sakit dari kena pukulan
perempuan itu. Suasana mengharukan juga diciptakan dalam novel ini seperti
dalam kutipan “adikku johan... jangan
adikku susah ... kita bercerai ... nanti di belakang hari ... kita bertemu
lagi. Selamat ... selamatlah adikku, yang tercinta. Sehabis bicara itu si jamin
menarik tangan adiknya. Berlinang-linanglah air mata dokter serta pegawainya
yang melihat kejadian itu. Nyonya fi tak hent-hentinya lagi menyapu air mata
dengan sapu tangan.”...”sampaikan salamku kepada ayah,. Kata si jamin, dan ia
mencium si johan sekali lagi. Kemudian ia melihat keatas seraya berkata, Allah
Yang Mahakuasa! Hamba serahkan badan dan jiwa hamba kepadaMu. Peliharakanlah
hambaMu dengan rahmatMu....”
Selain ketiga unsur instrinsik
di atas tentu cerita dalam novel akan tercipta dengan adanya sudut pandang.
Sudut
pandang yang terlihat dalam novel ini adalah pengarang sebagai orang ketiga
atau orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari jalan cerita dalam novel,
pengarang menceritakan para pelaku dengan
menyebut para pelaku dengan menggunakan kata ganti orang ketiga atau nama tokoh.
Serta Pengarang tidak menjadi pelaku
dalam cerita itu. Jadi pengarang berada di luar cerita atau sebagai pengamat
yang meceritakan semua yang dilakukan para tokoh sampai apa yang ada dalam hati
maupun yang dipikirkan para tokoh tersebut.
Terdapat
pula gaya bahasa dalam novel ini. Pengarang
menggunakan bahasa yang tidak baku agar masyarakat umum, khususnya para remaja
mudah mengerti dari isi novel ini. Serta
mudah untuk memahami jalan cerita yang ada di dalam novel ini. Namun
dalam novel ini terdapat pula bahasa daerah yaitu bahasa betawi dari jakarta
yang juga mendukung latar atau setting dalam cerita. Hal ini terlihat dari
kutipan “minta bakonya, mat.... lu engga malu, jaka? Minta-minta aje”.
Pada cerita dalam
novel Si Jamin dan Si Johan ini terdapat amanat yaitu persaudaraan harus saling
dan perlu dijaga. Hal inilah yang patut kita tiru. Dalam kehidupan sehari hari
tentu kita juga melewati berbagai masalah, dalam hal inilah kita juga tetap
harus mengandalkan Tuhan dan dalam segala hal. Kita harus tetap menjalani hidup
sesuai denga yang telah ditentukan oleh Tuhan dan mensyukurinya. Salah satu
amanat yang hdapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari adalah kita
harus tetap mengingat Tuhan Yang Mahakuasa dalam keadaan apapun, termasuk dalam
keadaan susah hati sekalipun seperti yang terdapat dalam kutipan “setiap malam jika ia hendak tidur mendoalah
ia dahulu, mudah-mudahan Allah melidungi dia dua beradik” dalam novel ini.
Setiap orang
pasti akan berubah dan menyesali kesalahannya, tetapi alangkah baiknya jika
kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak menyesal dikemudian hari. Seperti yang
dilakukan oleh Bertes, yang terlihat alam kutipan
“Si Bertes ayah Si Jamin dan Si Johan yang pemabuk itu, ia merasa menyesal ketika ia tahu bahwa dirinya
telah jauh terlampau kedalam lembah nista. Dan Ia menyadari bahwa kesalahannya
itulah yang menyebabkan istrinya meninggal dan menyebabkan kedua anaknya itu
menjadi menderita. Maka ia memutuskan untuk bertaubat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar