Selasa, 06 Juni 2017

kritik sastra novel si jamin dan si johan dengan pendekatan objektif

Kritik Objektif pada Novel Si Jamin dan Si Johan Karya Merari Siregar

SINOPSIS
Di tepi Jl. Mangga Besar yang dulunya bernama Prinselaan di Taman Safari terdapat sebuah rumah yang sedikit tua. Rumah itu tak terurus bagai tak berpenghuni. Di dalam nya tinggalah seorang wanita bernama Inem dan kedua orang anak bernama Jamin dan adiknya bernama Johan dan ayah kandungnya. Jamin dan Johan adalah sepasang kakak beradik, yang ibunya sudah meninggal dunia. Sehingga mereka tinggal bersama ayah kandungnya, dan ibu tirinya. Mereka dipekerjakan oleh ibu tirinya, Inem untuk  meminta-minta, dan memberikan hasil dari minta-minta itu untuk kesenangan ibu tirinya, yang merupakan seorang pecandu. 
Sore itu Inem ibu tiri Jamin dan Johan menunggui kedatangan Jamin,bukan karena kuatir tetapi untuk meminta uang dari Jamin meminta-minta. Karena sebagian uang meminta-mintanya ia belikan nasi untuk ia dan adiknya Inem pun marah hingga menendang si Jamin. Sebenarnya Inem menyiksa Jamin dan Johan merupakan hal yang biasa karena memang wanita itu sangat jahat. Untung Jamin dan Johan adalah anak yang sabar dan penurut. Jamin dan Johan selalu mengingat perkataan almarhum ibunya untuk selalu di jalan Allah dan saling menjaga sampai kapan pun. Mereka tidak pernah dendam pada ibu tirinya.. Bertes, ayah Jamin dan Johan juga suka mabuk hingga kedua anak itu dipukulnya karena tak sadar. Bertes berasal dari Saparua, Ambon. Ia meninggalkan kota kelahirannya untuk menjadi serdadu karena ia pikir, ia akan mendapat gaji besar. 
Waktu itu kedua orang tuanya tidak merestui tapi ia tidak memperdulikan hingga ia menjadi serdadu di Aceh. Saat Bertes sakit karena peperangan yang terjadi di Aceh, ia baru sadar bahwa ia banyak salah pada orang tuanya maka dari itu, ia bercita-cita kembali ke kampung halaman dan mencari pendamping hidup. Ternyata orang tuanya telah meninggal. Ia begitu menyesal dan sangat merasa berdosa pada orang tuanya. Setelah itu ia bertemu dengan Mina dan hidup dengan Mina di Prinselaan, Taman Sari. Awalnya rumah tangga mereka baik-baik saja apalagi ketika ia mempunyai 2 orang anak yaitu Jamin dan Johan. Mina adalah seorang istri yang baik,sabar dan bertanggung jawab, jauh berbeda dengan Inem yang kejam. 
Tetapi setelah 5 tahun pernikahannya, Bertes mulai terpengaruh teman-temannya menjadi pemabuk dan suka bertindak keras. Mina mulai sakit-sakitan hingga akhirnya ia meninggal dunia. Bertes ternyata juga sering menyiksa Mina bila sedang mabuk. Setelah Mina meninggal, kemudian menikah dengan Inem yang tidak berperangkai baik. Sungguh malang nasib Jamin dan Johan, sudah piatu sengsara pula hidupnya.
Ketika Inem selesai mencandu emosinya tidak dapat dikontrol lagi. Pagi-pagi ia mengusir Jamin untuk meminta-minta uang sampai mendapat lima puluh sen baru ia dapat pulang dan diancamnya bila tidak pulang akan membuang adiknya ke sungai padahal Jamin tidak ingin berpisah dari Johan karena ia sangat sayang pada Johan dan sebaliknya. Sungguh kejam memang ibu tirinya. Jamin pun segera pergi untuk mencari uang tetapi sungguh sial hari itu karena sampai malam tak dapat dikumpulkannya uang lima puluh sen. Dari Pasar Baru, Pasar Ikan sampai Pasar Senin ia lalui namun tak tercukupi juga hingga malam yang sangat dingin karena hujan. Kondisi itu membuatnya lemas karena tak satupun makanan yang masuk kecuali sedikit roti dari temannya serta sedikit air ditambah baju yang kotor dan compang-camping membuat ia tak kuat lagi untuk berjalan. Tak kuasa lagi ia berjalan, sampai akhirnya ia tidur di seberang warung obat milik Kong Sui.
 Pagi harinya, Kong Sui yang melihat Jamin yang terkapar tak berdaya membawanya ke rumahnya untuk dia beri makan. Sampai disana Jamin diberi makan, minum, uang dan baju untuk gantinya kemudian ia menceritakan semua pada Kong Sui dan Fi. Kong Sui dan Fi sangat kasihan pada Jamin setelah ia mendengar cerita dari Jamin. Jamin pun sangat berterima kasih pada mereka atas bantuan mereka. Karena merasa badannya sudah terasa baikan ia pun meminta izin untuk pulang. 
Di rumah Bertes pulang dari Café Pasar Senin dengan katakutan karena tadi ada pertengkaran disana hingga seseorang berlumur darah. Karena waktu itu ia sedang mabuk jadi ia lupa yang ia lakukan karena ia takut diangkap polisi ia sampai berpura-pura dan menyuruh istrina bila polisi datang untuk berbohong. Disaat itulah ia baru sadar bila hidupnya telah rusak. Ia lihat anaknya Johan kemudian ia memeluknya untuk minta maaf tetapi Jamin tidak ada. Sekarang Bertes ingin taubat dan ia telah tau keburukannya dan istrinya.
Beberapa saat kemudian dibawa Bertes oleh pihak polisi untuk diperiksa. Setelah itu Jamin pulang karena ia telah dapat uang yang diinginkan ibu tirinya. Tetapi saat didepan rumah ia mendengar bahwa ayahnya ditangkap polisi. Uang itu pun segera diberikan pada ibu tirinya dan memberikan makanan kepada adiknya dari rumah Kong Sui. Namun baju yang diberikan Kong Sui dan Fi diminta ibunya saat meraba celananya terasa ada cincin didalamnya untunglah Jamin dapat merayu ibu tirinya namun tak disangka. akhirnya ketahuan juga. Baju itu akan dijual Inem agar Jamin dapat meminta-minta lagi dan ia juga akan mendapat uang dari hasil menjual baju itu. Cincin itu adalah cincin Nonya Fi karena Nyonya Fi lupa mengambil cincin itu saat dipakaikan pada Jamin. Ia pun merasa bersalah dan berjanji akan mengembalikannya pada Kong Sui da Fi. 
Suatu hari Jamin jalan-jalan di jalan Mangga Besar. Ia ingin sekali mengembalikan cincin itu. Tiba-tiba terdengar ada yang memanggilnya, yaitu Johan. Ternyata, Johan telah mendapatkan kembali cicin itu. Akan tetapi, ketika mereka akan sampai di rumah Kong Sui, Jamin tertabrak trem yang ada dibelakangnya karena ia berusaha menyelamatkan adiknya dan dirinya sendiri, tetapi takdir berkata lain, dirinya malah tidak selamat. Jamin dibawa orang-orang disekitar menuju rumah sakit Glodok. Johan tak mengerti apa yang terjadi kerena saat kakaknya tertabrak ia terpelanting ke samping jalan kemudian ia mengembalikan cincin itu dan menceritakan semua pada Kong Sui dan Fi.
 Mereka sangat sedih dan akhirnya Fi dan Johan pergi bersama ke rumah sakit. Jamin tak berdaya lagi seisi ruangan menangis karena iba melihat Jamin. Sekarang Johan bisa mengerti benar bagaimana arti persaudaraan yang sesungguhnya. Akhirnya, Jamin meninggal dunia dengan tenang. Ia dikuburkan di Mangga Dua. Johanpun sekarang tinggal bersama Kong Sui dan Fi yang menyayanginya dan dia pun sekarang bersekolah, layakanya anak-anak yang lain.

Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan Objektif

Merari Siregar lahir di Sipirok, Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli 1896. Masa kecil dilalui penulis berdarah Batak ini di kampung halamannya. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi orang terpelajar, Sastrawan Merari Siregar melihat keadaan sebagian masyarakat yang mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai dengan tuntutan zaman. Karya Merari Siregar “Si Jamin dan Si Johan” ini merupakan saduran atau terjemahan dari novel lain. Novel ini menceritakan tentang sebuah keluarga. Novel ini sendiri memiliki unsur instrinsik yang membangun cerita dalam novel itu sendiri.

Novel karya Merari Siregar ini menceritakan tentang dua bersaudara yaitu Si Jamin dan Si Johan dalam menjalani hidup yang kehidupannya begitu nista nestapa karena di asuh oleh ibu tirinya setelah sepeninggal ibu kandungnya. Tema novel ini yaitu kasih sayang dua bersaudara. Kisah yang amat sedih tentang anak kecil berusia 9 tahun menjadi budak kecil yang mengemis lantaran perintah ibu tirinya yang jahat, tema novel ini terlihat dalam kutipan ““jamin, bawa kemari uang yang ada dikantongmu semuanya! Ayo lekas!...” sesekali ia tidak mendapatkan uang maka tendang sepak terjang di dapatkannya”.

Selain tema novel ini juga memiliki alur yang digambarkan oleh pengarang. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju (progresif), hal ini terlihat dari cerita yang berurutan dari mulai ayahnya yaitu Bertes yang menikahi ibu tirinya si Inem, perempuan jahat sekaligus pemadat setelah sepeninggal Mina ibu kandungnya yang bertanggung jawab. Sampai akhirnya Jamin meninggal akibat tertabrak trem ketika dia hendak mengembalikan cincin milik Kong Sui yang meletekkan cincin dalam baju yang diberikan untuk Jamin. Dan Jamin mengatakan sesuatu pada saat penghembusan nafas terakhirnya. Dia berkata bahwa Johan jangan pulang kerumah, karena Jamin tidak ingin adiknya di siksa oleh perempuan jahat yang tak lain ibu tirinya. Dan akhirnya Nyonya Fi menjalankan amanat terakhirnya, dan akhirnya Johan diasuh oleh Kong Sui dan Fi.

Selain tema, dan alur pengarang tak lupa pula memberikan penokohan atau perwatakan pada masing-masing tokoh yang ada dalam novel Si Jamin dan Si Johan  ini. Tokoh dan penokohan yang digambarkan pengarang dalam novel Si Jamin dan Si Johan ini dapat digambarkan melalui kutipan-kutipan yang terdapat dalam novel tersebut. Jamin baik hati, penurut, penyabar, rajin, dan jujur seperti yang terdapat dalam kutipan  “tetapi apa boleh buat, hatinya tak hendak mengejar pekerjaan serupa itu. Biar ia terpaksa tinggal diluar semalam-malaman sekalipun, berhujan dan berangin sampai menggigil dan meskipun hebat ancaman ibu tirinya, si jamin tidak mau meminta sedekah dengan jalan berbohong dan curang”.

Sedangkan Penokohan Johan digambarkan oleh pengarang  yaitu polos, fikirannya belum terbuka. Watak Si Johan terlihat dalam kutipan “si johan karena masih kecil belum dapat memikirkan nasibnya jauh-jauh. Jika perutnya sudah kenyang dan badannya tak kedinginan, senanglah hatinya dan ia pun tidur nyenyak”. Di samping itu, tokoh seorang Bertes digambarkan keras kepala, berani, mudah terbawa pergaulan. Watak ini terlihat dalam kutipan “selama bertes bekerja dikutaraja ia amat suka berkawan dengan beberapa orang yang kurang baik tabiatnya dan suka mabuk. Oleh karena pergaulan itu, perlahan-perlahan bertes terbawa kedalam jurang yang dalam” yang digambarkan oleh pengarang.

Penokohan Inem yang digambarkan pengarang sebgai tokoh yang  jahat, berani, seorang wanita yang pecandu obat terlarang. Seperti dalam kutipan “dengan tergopoh-gopoh disangkutkannya kain selendangnya yang basah kuyup itu, lalu berbaring di tempat tidur. Demikianlan caranya menghisap candu”. Ikut mendukung jalannya cerita dalam novel ini. Kebalikan dengan Inem tokoh Mina digambarkan baik hati,ramah,bertanggung jawab. Sifat Mina ini terlihat dalam kutipan berikut “mina pun tidak melupakan kewajiban, mengurus rumah tangga, memelihara anak-anak dan menghibur suaminya”.

Di samping itu terdapat tokoh Fi yang  Baik hati. Sifat Fi ini terlihat dalam kutipan berikut “tanggalkan pakaianya yang basah itu. Saya hendak pergi mengambil pakaian yang kering. Baju anak kita, masih ada saya simpan. Barangkali baik sebagai pengganti kain baju anak yang sudah compang camping itu”.

Ada pula tokoh  Kong Sui yang  baik hati namun mudah dihasut. Seperti dalam kutipan  “ia bimbang mendengarkan cerita yang baru di dengarnya itu. Sekalian perkataan orang itu di benarkannya, tetapi cerita si Jamin yang tadi pagi tentu tidak bohong, demikian pikirannya dalam hati”. Tak lupa pula tokoh pendukung dalan novel ini yaitu Minah seorang pembantu. Keberadaan tokoh ini terlihat dari kutipan “babu minah yang kebetulan datang pada waktu itu, disuruhnya menghidupkan api”.

Selain tema, tokoh, penokohan tentu ada latar yang mendukung jalannya cerita dalam novel  atau pun karya lain yang  berbentuk prosa. Latar tempat yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si Johan ini yaitu latar yang pertama yaitu rumah yang terlihat dalam kutipan “di Taman sari, ada sebuah rumah setengah tua, berdinding papan, beratap genting. Bila diperhatikan dinding rumah itu, catnya tidak tentu wananya lagi dan halamannya yang sangat kotor, keadaan didalam rumah itu sangat sederhana”. Latar yang kedua ialah Pasar Senen seperti pada kutipan ”pada sisi jalan trem di Pasar Senen ada sebuah rumah. Di depannya tergantung  sebilah papan yang bertulisan ‘rumah obat’ “.

Tak hanya itu ada pula latar rumah Sakit yang terlihat dalam kutipan ”nyonya fi tak tahu bau obat apa yang berbau itu, tetapi kepada pegawai-pegawai rumah sakit bau itu adalah suatu tanda, bahwa si sakit dalam penderitaan hebat”, dan kota Jakarta yang terlihat dalam kutipan ”kota jakarta masih sepi. Lentera-lentera di tepi jalan besar masih menyala, sekadar menggantikn sinar matahari, yang belum bangun dari peraduannya.”

Latar yang juga mendukung jalannya cerita yaitu Kutaraja   seperti dalam kutipan ”setelah tiga tahun ia ia dalam dinas belajar Gombong, ia dipindahkan ke Kutaraja. Pada waktu itu tanah aceh belum tunduk semua pada kompeni”. Serta  Pasar Baru yang di letakkan pengarang dalam kutipan “sampai di Pasar baru ia belum berjumpa orang seorang pun jua, tempat ia meminta sedekah”. Serta Jalan Mangga Besar yang menjadi latar terakhir yang penulis tuliskan. Latar ini dapat dilihat dari kutipan “dapatlah ia hidup sederhana dengan istrinya dan kedua anaknyan Jamin dan Johan, di jalan mangga besar itu”.  
Jika ada latar tempat, tentu akan ada pula latar waktu serta latar suasana. Latar waktu yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si Johan yaitu,  jam 12 malam seperti dalam kutipan “pukul 12 tengah malam”.  Tahun 1986 yang terdapat dalam kutipan “29 hari bulan Mei tahun 1986”.  Siang hari yang terlihat dalam kutipan “Hari sudah siang. Dengan langkah panjang-panjang ia berjalan”.  Saat senja mulai tiba  yang terdapat dalam kutipan “matahari makin lama makin jauh bersembunyi ke sebelah barat. (bertanda senja)”.

Kemudian latar suasana yang terdapat dalam novel ini yaitu terlihat dalam kutipan-kutipan “meskipun Jamin seorang budak kecil, tetapi ia telah mengenal Tuhan berkat ajaran ibunya dahulu selagi hidup”.  Yang memperlihatkan perasaan tegar si Jamin. Suasana menegangkan karena kekejaman ibu tiri Jamin yang terlihat dalam kutipan  “setiap hari disuruh mengemis dan harus memperoleh uang yang maksimal menurut perempuan itu, dan sesekali ia tidak mendapat uang banyak maka ia akan dipukul dan ditendang sampai ia jatuh terguling-guling dilantai. Dan setelah demikian anak itu dibiarkan menangis disudut kamar.”
Suasaa sedih juga terlihat dalam kutipan  “amat sakit dan sedih hati si Jamin mendengar perkataan adiknya yang mengaku telah dipukul oleh ibu tirinya saat ia minta makan. Tidak dapat ia menahan air mata. Jauh lebih sakit dari kena pukulan perempuan itu. Suasana mengharukan juga diciptakan dalam novel ini seperti dalam kutipan “adikku johan... jangan adikku susah ... kita bercerai ... nanti di belakang hari ... kita bertemu lagi. Selamat ... selamatlah adikku, yang tercinta. Sehabis bicara itu si jamin menarik tangan adiknya. Berlinang-linanglah air mata dokter serta pegawainya yang melihat kejadian itu. Nyonya fi tak hent-hentinya lagi menyapu air mata dengan sapu tangan.”...”sampaikan salamku kepada ayah,. Kata si jamin, dan ia mencium si johan sekali lagi. Kemudian ia melihat keatas seraya berkata, Allah Yang Mahakuasa! Hamba serahkan badan dan jiwa hamba kepadaMu. Peliharakanlah hambaMu dengan rahmatMu....”

                  Selain ketiga unsur instrinsik di atas tentu cerita dalam novel akan tercipta dengan adanya sudut pandang.  Sudut pandang yang terlihat dalam novel ini adalah pengarang sebagai orang ketiga atau orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari jalan cerita dalam novel, pengarang  menceritakan para pelaku dengan menyebut para pelaku dengan menggunakan kata ganti orang ketiga atau nama tokoh. Serta  Pengarang tidak menjadi pelaku dalam cerita itu. Jadi pengarang berada di luar cerita atau sebagai pengamat yang meceritakan semua yang dilakukan para tokoh sampai apa yang ada dalam hati maupun yang dipikirkan para tokoh tersebut.  

Terdapat pula  gaya bahasa dalam novel ini. Pengarang menggunakan bahasa yang tidak baku agar masyarakat umum, khususnya para remaja mudah mengerti dari isi novel ini. Serta  mudah untuk memahami jalan cerita yang ada di dalam novel ini. Namun dalam novel ini terdapat pula bahasa daerah yaitu bahasa betawi dari jakarta yang juga mendukung latar atau setting dalam cerita. Hal ini terlihat dari kutipan  “minta bakonya, mat.... lu engga malu, jaka? Minta-minta aje”.

 Pada cerita dalam novel Si Jamin dan Si Johan ini terdapat amanat yaitu persaudaraan harus saling dan perlu dijaga. Hal inilah yang patut kita tiru. Dalam kehidupan sehari hari tentu kita juga melewati berbagai masalah, dalam hal inilah kita juga tetap harus mengandalkan Tuhan dan dalam segala hal. Kita harus tetap menjalani hidup sesuai denga yang telah ditentukan oleh Tuhan dan mensyukurinya. Salah satu amanat yang hdapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari adalah kita harus tetap mengingat Tuhan Yang Mahakuasa dalam keadaan apapun, termasuk dalam keadaan susah hati sekalipun seperti yang terdapat dalam kutipan  “setiap malam jika ia hendak tidur mendoalah ia dahulu, mudah-mudahan Allah melidungi dia dua beradik” dalam novel ini.


Setiap orang pasti akan berubah dan menyesali kesalahannya, tetapi alangkah baiknya jika kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak  menyesal dikemudian hari. Seperti yang dilakukan oleh Bertes, yang terlihat alam kutipan “Si Bertes ayah Si Jamin dan Si Johan  yang pemabuk itu, ia  merasa menyesal ketika ia tahu bahwa dirinya telah jauh terlampau kedalam lembah nista. Dan Ia menyadari bahwa kesalahannya itulah yang menyebabkan istrinya meninggal dan menyebabkan kedua anaknya itu menjadi menderita. Maka ia memutuskan untuk bertaubat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar